Jujur, Sudah(dan Bisa)kah Kita?

Ini kisah lama. Pagi itu kami di dalam kereta dari Birmingham menuju Bangor, Wales. Jam baru menunjuk angka 05.30 saat kereta mulai berjalan. Pagi banget? Iyaaa, secara memang niatnya mencari tiket yang murah (ngirit-detected Hasil gambar untuk smile icon ). Karena sudah super hebohnya nyiapin tetek bengek dan bekal sejak dari jam setengah 4 pagi, apalagi juga kurang tidur dari semalam, maka begitu sampai di kereta saya berniat akan langsung tidur lagi.

Eh, tapi ternyata harapan tinggal harapan. Ndilalah, di depan tempat duduk kami, ada satu rombongan sekitar 5-6 laki-laki muda yang ngobrol dan ketawa ketiwi dengan berisiknya. Hadeuh… gagal deh rencana daku menyambung tidur. Hiks….

Agak sebel karena ngga bisa tidur, jadinya saya malah merhatiin para pemuda itu. Mereka paling baru berumur 20-an. Melihat dari penampilan sepertinya mereka baru pulang dari pesta. Bajunya lumayan keren tapi sudah agak acak-acakan. Tiga atau 4 orang di antaranya asyik ngobrol, sedang dua lainnya langsung tertidur. Tapi, ya begitulah, ngobrolnya serasa satu gerbong punya mereka sendiri. Berisiiik, Mas e… Coba ini di Indonesia, mungkin mereka sudah saya omeli. Kalo di sini susaah je ngomel pake bahasa Inggris Hasil gambar untuk smile icon.

Untungnya keributan itu agak tersamarkan dengan kesibukan saya menyiapkan ‘sarapan’ buat anak-anak, membongkar tas karena mencari tiket saat diperiksa kondektur, dan lain-lainnya.

BACA:  Iwan

Saat kereta mendekati Stafford Station, para pemuda itu bersiap-siap untuk turun. (Alhamdulillah, akhirnya akan datang juga kedamaian Hasil gambar untuk smile icon) . Salah satu dari mereka kemudian sibuk membangunkan temannya yang tertidur tadi. Eh, entah karena habis begadang atau karena ‘teler’, temannya yang tertidur ini susaaaah banget dibangunin. Sudah ditarik-tarik sambil diteriakin kalo kereta sudah hampir sampai tetep ngga bangun juga. Dan beneran, sampai kereta berhenti dia masih belum melek juga. Teman-temannya yang lain sudah heboh menunggu di pintu kereta, bersiap-siap untuk turun. Tapi apa daya, bahkan sampai ditarik-tarik tetep ngga bangun juga. Daaan, keretapun berjalan kembali tanpa mereka turun dan temannya terbangun.…

Para anak muda itupun lalu duduk lagi sambil agak-agak ‘nyumpahi’ si tukang tidur. Ngga marah sih, cuma sebel mungkin harus turun di next stop yg masih 20-30 menit lagi. Kocak banget ngeliatnya Hasil gambar untuk smile icon .

Ngga lama setelah kereta berjalan kembali, Pak Kondektur melewati gerbong kami. Sepertinya dia sudah selesai mengecek semua tiket penumpang. Saat melewati rombongan anak muda itu, eh, salah seorang dari mereka memanggil Pak Kondektur itu. Dari hasil nguping (Hasil gambar untuk smile icon  ) ternyata dia menjelaskan kondisinya dan teman-temannya kepada Pak Kondektur sambil –kalau tidak salah– menanyakan apa yang harus dilakukan secara tiket mereka hanya sampai Stafford.

BACA:  Bersatu Kita Sepakbola, Bercerai Kita Balap Karung!

Terus terang saya cukup takjub melihat kejadian itu. Penampilan mereka memang seperti urakan, tetapi ternyata mereka jujur lho dan tidak mau melanggar aturan. Padahal bisa saja mereka diam saja tanpa lapor ke kondektur, toh tinggal turun di pemberhentian selanjutnya. Kalaupun nanti ada pengecekan oleh petugas di stasiun (yang sangat jarang terjadi karena masih terlalu pagi) baru dijelaskan. Kalo disuruh bayar selisih harga tiket baru deh dibayar. Sukur-sukur lolos! 

Tapi mereka tampaknya tidak mau begitu. Padahal mereka masih muda, yang dianggap sebagian besar orang anak muda itu suka memberontak, liar, menolak kemapanan, berani mengambil risiko yang menyerempet bahaya dan melanggar aturan.

Sedangkan saya yang sudah mulai beruban ini kadang masih tergoda melanggar jika tidak ada yang melihat, atau kadang curang tidak membeli tiket kereta jika sedang tergesa. Saya pun malu. Jangan-jangan saya sebenarnya lebih takut didenda daripada berdosa. Hasil gambar untuk smile icon

Tentu ngga semua orang di sini jujur seperti para pemuda tadi. Ada saja yang curang. Beberapa kali saya melihat penumpang bus di Birmingham didenda sewaktu ada sidak petugas karena mereka tidak mempunyai tiket, menyaksikan orang pura-pura memakai kursi roda agar bisa gratis naik kereta, melihat orang membeli tiket kurang dari semestinya, dan masih banyak lagi.

BACA:  Mark vs. Value

Jadi, kesan (stereotipe) bahwa orang bule itu jujur, atau orang “IPB (India, Pakistan, Bangladesh)” agak licik, sudah saya coret sejak lama.  Karena kejujuran seharusnya tidak mengenal ras dan suku, semua orang bisa melakukannya, tinggal kita mau atau tidak.

Ari Kristiana
Latest posts by Ari Kristiana (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga