Air Mata Tintin

— Seusai Bom Mengguncang Brussels

TIGA ledakan bom mengguncang Kota Brussels, Belgia, Selasa 22 Maret pagi. Sedikitnya 31 orang tewas, ratusan orang terluka dan Tintin pun menangis dalam duka. Tokoh kartun dari Belgia ini berseliweran di dunia maya dengan wajahnya yang tak pernah menua, tapi kali ini dengan air mata. Reporter dengan rambut jambul dan selalu berpetualang bersama anjing kecilnya ini muncul dengan wajah tak biasa: murung dan sedih.

Beberapa tahun lalu saya dan keluarga mengunjunginya di Brussels. Kami datang ke dua museum yang mengabadikan Tintin dan ramai didatangi penggemar dari seluruh dunia yakni Museum Hergé, Louvain-La-Neuve, dan The Belgian Comic Strip Center di pusat kota Brussels.

Belgia adalah Tintin, begitu pula sebaliknya. Tokoh ciptaan kartunis Herge ini dipertautkan dengan apa saja, bahkan di usianya yang sudah 87 tahun — usia yang tak tergambarkan pada wajahnya: wartawan muda berjambul yang cerdik, jenaka dan pemberani. Ya, Tintin yang kemarin muncul dengan wajah sedih adalah tokoh kartun Belgia yang komik-komiknya telah diterjemahkan ke dalam 60 bahasa di dunia.

Tintin lahir dari tangan komikus Belgia, George Remi yang menggunakan nama Herge dalam karya-karyanya. Petualangan Tintin dimulai pada 10 Januari 1929, ketika ia sebagai reporter koran Le Petit Vingtieme menuju Moskow. Dari Brussels ia berkereta bersama anjing terrier sahabatnya, Snowy. Perjalanan yang menjadi awal petualangan besar Tintin, dan bagi Herge –pengarang, pencipta sekaligus pelukisnya– adalah awal karir yang sebenarnya. The Adventures of Tintin in the Land of the Soviets, adalah seri Tintin yang pertama, yang sayangnya tak pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Boleh jadi, di zaman Soeharto, penerbit Tintin di Indonesia tak berani mengambil resiko mengingat Tintin ke Moskow hendak menyelidiki ihwal Partai Komunis.

BACA:  Martin Aleida dan Para Korban Ketidakadilan

Sejak itu, Tintin kemudian menyapa dunia lewat cerita petualangannya di Kongo, Amerika, Mesir, India, Cina, Bolivia, Paraguay, Skotlandia, Cekoslovakia, Arab Saudi, Peru, Tibet, dan benua Antartika. Ia bahkan pernah ke Jakarta, saat transit dalam sebuah rencana perjalanan ke Australia dalam kisah Penerbangan 714.

Petualangan yang paling mendebarkan tentu saja ketika ia ke bulan dengan roket buatan Profesor Calculus dalam Penjelajahan di Bulan di tahun 1954. Patut dicatat: Tintin ke bulan 15 tahun sebelum Neil Amstrong, manusia pertama menjejakkan kakinya di sana.

Petualangan Tintin juga menghadirkan tokoh-tokoh dengan karakternya yang khas dan dikenang dunia. Snowy, anjing kecil yang begitu setia menemani sang wartawan ke mana pun, ke dasar laut, ke gurun, ke gunung, bahkan ke angkasa luar. Si kembar detektif kocak Thomson dan Thompson –dengan atau tanpa p– yang bertemu Tintin dalam Cerutu Sang Pharaoh di tahun 1934. Kapten Haddock, pelaut miskin pemabuk yang kelak jadi pewaris harta karun atas bantuan Tintin dan Calculus. Ia bertemu Tintin dalam kisah Kepiting Bercapit Emas yang terbit di tahun 1941. Dan tentu saja, tokoh sahabat Tintin, Profesor Cuthbert Calculus, si jenius ahli fisika nuklir tapi pikun dan pekak yang ia kenal di tahun 1944 dalam seri Harta Karun Rackam Merah.

BACA:  Pelipur Rindu Warga Aborigin Bernama Padewakang “Nur Al-Marege”

Tak dinyana, kendati saat menulis komiknya Herge sendiri tak pernah mendatangi negeri-negeri itu, Tintin ternyata amat disukai pembaca dunia. Komik yang pada mulanya terbit hitam putih dalam bahasa Prancis ini kemudian diterbitkan dalam 60 bahasa di dunia, termasuk Indonesia. Nama Tintin pun berubah bersama negara yang mendongengkannya. Di Islandia ia menjadi Tinni, di Jerman ia dikenal sebagai Tim, di Afrika ia diceritakan sebagai Kuife dan dalam bahasa Latin, Tintin dikenal sebagai Tintinus.

Petualangan Tintin berakhir dalam Tintin and the Alpha-Art (1986) — petualangan ke-24 yang hanya berbentuk sketsa. Petualangan yang tak selesai, karena Herge, sang penulis meninggal dunia di tahun 1983. Belgia berkabung untuk laki-laki yang ditahbiskan sebagai Bapak Komik itu.

Herge berpulang, tapi wartawannya tetap hidup seperti 87 tahun silam. Seri petualangan Tintin telah terjual ratusan juta kopi ke seluruh dunia, dan masih terjual jutaan kopi setiap tahunnya.

Kendati sekadar komik, Tintin juga tak luput dari berbagai pertanyaan. Pertanyaan yang paling menggelitik tentu saja: apakah Tintin seorang gay? Ia tak pernah punya pacar atau keluarga. Teman terdekatnya hanyalah Snowy dan Kapten Haddock.

BACA:  Silakan Berbahagia, Tapi Menutup Jalan Juga Ada Aturannya

Sebagai wartawan yang telah terlibat dalam pelbagai petualangan yang mendebarkan di pelbagai pelosok dunia, Tintin juga tak pernah terlihat menuliskan hasil liputannya. Mungkin di mata Herge, cerita tentang Tintin itulah laporan sang wartawan sendiri.

Lepas dari semua kisah yang tak terjawab tentangnya –termasuk tentang nama Tintin yang tak pernah jelas sebagai nama depan atau keluarga– Tintin telah menghibur dunia selama 87 tahun. Ia tak pernah lelah, juga tak pernah menua.

Dan ia tak pernah sedih, sampai Selasa 22 Maret 2016, ketika tiga ledakan mengguncang Brussels dan ia berseliweran di dunia maya dengan wajah berduka. Air matanya menetes…

— Tebet, 24 Maret 2016

Tomi Lebang
Latest posts by Tomi Lebang (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga