Jagat Raya dari Kursi Roda

Stephen Hawking adalah ilmuwan paling penting di muka bumi yang masih hidup. Ia disejajarkan dengan mendiang Sir Isaac Newton dan Albert Einstein. Ada anekdot, jika di ranah ilmu pengetahuan masa kini harus ada seorang nabi, maka Stephen Hawking lah adanya. Mungkin berlebihan, tapi begitulah pria 75 tahun ini dipuja. Kuliah umum guru besar di Cambridge University, Inggris ini, senantiasa dihadiri para mahasiswa dan ilmuwan seperti penonton sepakbola di sebuah stadion: ramai, antri dan mempesona.

Lebih 50 tahun lamanya ia duduk di kursi roda setelah menderita kelumpuhan seluruh badan. Hampir seluruh anggota tubuhnya tak bisa lagi dikendalikan oleh pikirannya. Beruntung bagi Hawking — juga dunia ilmu pengetahuan — bahwa segumpal otak sang ilmuwan masih bekerja penuh, dan dari sanalah renungan-renungan tentang alam semesta mengalir.

Ia begitu terkenal setelah menulis buku laris, A Brief History of Time: From the Big Bang to Black Holes di tahun 1988. Buku ini diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa, terjual puluhan juta copy dan menghasilkan tidak kurang dari 10 juta pounds untuk Hawking. Di Indonesia, buku ini sudah terbit pula dengan judul Riwayat Sang Kala.

Hawking lahir di Oxford 8 Januari 1942 dari ayahnya, Dr. F. Hawking seorang dokter dan ibunya Isobel Hawking. Ayahnya pula agaknya yang mewariskan darah ilmuwan kepada putranya. Di masa bocahnya, Hawking kerap berdua ayahnya meneropong bulan di taman rumahnya.

Di usia remaja Hawking masuk Oxford University, dan belajar fisika. Ia merampungkan gelar sarjananya di usia 20 tahun, lalu melanjutkan studi di bidang kosmologi di Cambridge University. Di sanalah, dalam sebuah pesta Tahun Baru 1962, ia bertemu Jane Wilde yang kelak, selama 25 tahun lamanya menjadi istrinya. Mereka menikah 1965.

Baru sebulan setelah pertemuan itu, ia tiba-tiba harus berkubang dengan penyakit aneh: otaknya sulit memerintah tubuhnya sendiri, penyakit yang dikenal sebagai Lou Gehrig Disease. Dokter-dokter bahkan meramalkan hidup Hawking tak kan lebih dari dua tahun. Tapi dokter bukan Tuhan. Dalam keadaan mulai tertatih-tatih, Hawking dan Jane dikaruniai tiga anak, Robert, Lucy dan Tim Hawking.

Sementara, keadaan Stephen Hawking kian memburuk. Perlahan-lahan, ia kehilangan suara, dan akhirnya seluruh tubuhnya lumpuh. Ia harus duduk di kursi roda. Kendati demikian, ia tetap memelihara semangat untuk bekerja sebagai ilmuwan. Di kursi roda, pikiran Hawking yang tetap jernih, malah kian liar mengembara. Ia tetap aktif mengajar di Cambridge, meski mahasiswanya harus lebih cermat menerjemahkan kalimat-kalimatnya.

BACA:  Adhara, Gadis Kecil Korban Bully yang IQ-nya Disebut Lebih Tinggi Daripada Einstein

Hawking, lumpuh tapi tetap punya rasa humor yang tinggi. Sebuah kursi roda elektrik dibuatkan untuknya, dan berkat ilmu pengetahuan, ketika Hawking benar-benar kehilangan suaranya, seperangkat komputer yang digerakkan dengan ujung jari dan layar tipis di depan kursi rodanya, memungkinkan Hawking bisa berkomunikasi dengan lancar. Pikiran-pikiran cemerlang tentang semesta ia sampaikan lewat suara metalik itu. Sejak tahun 1979, ia menduduki jabatan sebagai Lucasian Professor of Mathematics di Cambridge University — jabatan yang pernah diduduki Sir Isaac Newton.

Lalu lahirlah buku masterpiece itu: A Brief History of Time. Ia menulis sejarah tentang waktu!

Pikiran Hawking yang paling fenomenal adalah tentang Ledakan Besar (Big Bang) dan Lubang Hitam (Black Hole). Hawking bercerita betapa semesta ini pada mulanya berasal dari partikel yang maha padat dan memiliki energi yang tak terkirakan besarnya. Lalu terjadilah ledakan maha dahsyat pada sebuah masa 12 sampai 15 miliar tahun silam, yang menyebabkan super-inti-padat itu mengembang ke sekitarnya. Maka terbentuklah ruang, menjadi dimensi, dan kemudian lahirlah waktu. Efek ledakan itu masih terjadi sampai kini ketika semesta tetap mengembang ke semua sudutnya. Selama ledakan itu terjadi, galaksi kemudian terbentuk, planet-planet menjadi, berikut kehidupan di dalamnya.

Jejak ledakan besar itu masih menyisakan satu tempat yang misterius: Lubang Hitam. Sebuah tempat yang masih memendam energi maha besar, dengan medan gravitasi yang tak terlawankan bahkan oleh cahaya sekali pun. Seluruh materi — termasuk cahaya — yang melintasinya akan tertarik oleh Lubang Hitam ini dan kemudian memadat. Di kalangan awam, teori-teori ini masih terdengar seperti dongeng, tapi Hawking bisa menjabarkannya dalam persamaan-persamaan matematika dan fisika yang rumit, yang ia sampaikan lewat suara metaliknya.

Sejak berkutat dengan aneka pertanyaan soal semesta ini, Hawking sadar, ia tengah bermain-main dengan sejarah penciptaan kehidupan. “Sulit memulai pembicaraan tentang bagaimana awal semesta tanpa menyebut nama Tuhan. Saya berada di perbatasan antara sains dan agama, tapi saya mencoba untuk berdiri di sisi sains. Karena Tuhan bekerja dengan cara yang tidak mungkin digambarkan oleh hukum-hukum ilmu pengetahuan,” kata Hawking. Pernyataannya ini, saat itu, sekaligus menepis anggapan bahwa ia atheis, sebagaimana ibunya Isobel Hawking yang menjadi anggota Partai Komunis di tahun 1930-an.

BACA:  Tiga Mahasiswa Asal Indonesia Melaju ke Babak Final Kompetisi Global Airbus

Saat itu Hawking berkesimpulan, ada sebuah kekuatan yang Maha-Dahsyat yang mengatur semesta ini, sejak Ledakan Besar hingga detik ini. “Semesta ini punya keteraturan yang maha presisi. Terlambat dalam sepersejuta detik saja, kehidupan yang kita alami sekarang ini mungkin tidak akan terjadi. Ada satu Dzat di balik segenap hukum-hukum fisika ini,” kata Hawking.

Belakangan, tentang Sang Pencipta ini, pendapatnya berubah dalam buku The Grand Design yang terbit pada bulan September 2010. Di buku itu ia mengatakan, terbentuknya alam semesta melalui dentuman besar adalah konsekuensi tak terelakkan dari hukum-hukum fisika, penciptaan spontan, tanpa keterlibatan Tuhan. “Alam semesta bisa menciptakan dirinya sendiri dari ketiadaan”.

Sejak meluncurkan A Brief History of Time, Hawking benar-benar tampil sebagai selebriti. Ia berceramah di mana-mana di seluruh dunia. Bintang-bintang Hollywood seperti Jim Carrey, Kevin Costner juga Elizabeth Taylor meminta wejangannya. Kehadirannya menyihir.

Ia bisa bercerita tentang semesta dengan suara metaliknya dengan santai dan tak kehilangan rasa humor. Ketika ia harus berbicara tentang buku A Reader’s Companion — buku yang bercerita tentang film A Brief History of Time di tahun 1992, Hawking mengatakan: “Ini buku yang berbicara tentang film dari sebuah buku. Saya tidak tahu apakah juga ada rencana membuat film tentang buku yang berbicara tentang film dari sebuah buku.” Kalimat yang mengundang gerrr.

Dia yang gemar musik klasik, juga tampil dalam film sains fiksi Star Trek dan kartun komedi The Simpsons. Kepada Homer Simpson yang menyebutnya orang terpandai di kolong langit, Hawking mengatakan: “Teorimu tentang semesta terbentuk dari donat sungguh menarik. Homer, mungkin saya akan menyontek teorimu itu.”

Sedemikian cerdas, Hawking tidak pernah memenangkan Hadiah Nobel — penghargaan yang menjadi mahkota bagi ilmuwan dan juga membingungkan banyak penggemarnya. Rupanya, Swedish Royal Academy di Stockholm berteguh pada syarat bahwa seorang pemenang Nobel adalah mereka yang percobaan dan temuannya bisa dibuktikan. Sementara, seindah apa pun pemikiran Hawking, tidak bisa dijelajahi manusia secara fisik. Meski percaya, tak seorang pun, juga Hawking sendiri, yang bisa menyebut letak pasti Lubang Hitam.

BACA:  Indonesia Kembali Terima Vaksin Covid-19 Pfizer dan AstraZeneca

Tanpa Nobel, toh Hawking tetap menempati tahta sebagai sebagai ilmuwan paling terkenal di dunia, yang ketenarannya melintasi batas-batas akademis. Dua tahun lalu, Hawking bersama Mark Zuckerberg dan seorang miliarder Rusia merancang proyek Starshot. Ini semacam proyek impian umat manusia sepanjang masa: mencari kemungkinan adanya kehidupan di lokasi lain jagat raya. Proyek ini mencari jalan untuk menjangkau kawasan bintang Alfa Centauri, tetangga tata surya kita, dalam waktu yang lebih singkat dari teknologi manusia saat ini.

Sayang sekali, ia tak begitu berbahagia dalam kehidupannya. Di tahun 1990, ia bercerai dengan istrinya Jane Wilde, doktor sastra Portugis yang telah 25 tahun mendampinginya. Ia kemudian menikah dengan Elaine, bekas perawat Hawking sendiri. Istri baru yang pernah pula digosipkan media-media Inggris kerap menyiksa Hawking, mencukur misainya dengan kasar sehingga pisau menyayat kulitnya. Bahkan ada dugaan, ia mencecokinya dengan obat yang tidak benar.

Kisah Hawking adalah kisah ajaib tentang manusia yang ditakdirkan hampir seumur hidupnya tak bergerak di atas kursi roda, nyaris tak bepergian ke mana-mana, tapi dengan pikiran yang tak henti berkelana di keluasan jagat raya.

* * * * *

Selamat ulang tahun Hawking. 

Tomi Lebang
Latest posts by Tomi Lebang (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga