Peta Eredia dan Jejak Katolik di Tanah Bugis

Kalau tak ada peta awal yang dibuat oleh pemuda peranakan Bugis-Peranggi, Manuel Godinho Eredia, mungkin Abel Tasman atau William Dampier tak pernah menemukan Australia, atau setidaknya tak mendapat petunjuk awal ke benua selatan itu.

Di pertengahan abad 16, tepatnya di tahun 1545, serombongan misionaris asal Peranggi (Portugis) berkunjung ke istana Suppa — salah satu kerajaan yang terhampar di Ajatappareng — konfederasi negeri-negeri pesisir barat danau Sidenreng — Tempe, Sulawesi bagian Selatan.

Misionaris ini datang atas undangan La Putebulu, Datu Suppa — yang saat itu sedang berseteru dengan kerajaan Siang.
Portugis yang sedang mencari koalisi kuat untuk membuka jalur ke kepulauan rempah, Maluku ini menyambut baik undangan Suppa, sekaligus bermaksud menyebarkan agama Katolik di kerajaan Bugis itu.
Raja Suppa berikut bangsawan dan rakyatnya kemudian beralih memeluk agama Katolik, sekaligus mengukuhkan kerjasama militer dengan Portugis.

Turut menjadi pemeluk Katolik adalah pemimpin negeri Ajatappareng lainnya, yakni raja Alitta, Bacukiki, Sawitto dan Sidenreng. Konon raja Siang, seteru Ajatappareng, juga ikut dibaptis beberapa hari setelahnya.

Gelombang Katolikisasi orang-orang Bugis ini rupanya berakhir singkat, hanya beberapa bulan atau beberapa tahun saja. Bubarnya persekutuan dua bangsa berikut mandeknya “dakwah” Katolik ini akibat kejadian kecil yang mengganggu.

Penyebabnya soal si Manuel ini, atau tepatnya ayah si Manuel. Ayah Manuel, João de Erédia Aquaviva, adalah kapten kapal yang mengangkut rombongan misionaris ke Suppa yang dipimpin Vincente Viegas, 1545.

BACA:  Perbanyak Bercinta, Kurangi Berdebat

Di sela-sela “dakwah” rombongan Vincente di istana Suppa, Kapten Joae bertukar sapa dengan seorang anak gadis La Putebulu, yang dalam kronik Erdeia disebut bernama Dona Elena Vessiva.
Mungkin nama Dona Elena ini sudah di-peranggi-kan. Nama asli, atau nama bugis bisa jadi berbeda, I Lena dari Suppa. Vessiva mungkin adaptasi dari nama asalnya: Suppa.

Joao dan Lena — yang saat itu disebutkan masih berumur 15 tahun, saling jatuh hati. Diam-diam Joao menyelundupkan Lena ke atas kapalnya yang kemudian bertolak ke Malaka, markas kaum Peranggi di semenanjung barat Nusantara.

Istana Suppa kemudian gempar, dan kejadian ini seperti penghinaan. Sejak itu hubungan Peranggi dan Suppa, serta kerajaan Ajatappareng seperti hilang terbawa angin.

Manuel Eredia, lahir di Melaka tahun 1563, ia anak bungsu dari empat bersaudara buah kawin lari Joao — Elena. Ketika Manuel masih berumur 13 tahun, Elena wafat di Melaka, 1575. Oleh ayahnya, Manuel yang cerdas kemudian dikirim belajar ke Goa, mendalami ilmu-ilmu katolik dan sains.

Manuel menjadi kartografer andalan Peranggi yang mahir membuat peta kota-kota di Nusantara. Juga peta laut yang sangat membantu pelaut-pelaut Peranggi menjajaki koloninya.

BACA:  Selama 40 tahun, Pria Ini Sendirian Membangun Taman Bermain di Dalam Hutan

Peta-peta yang dibuat Manuel menjadi referensi utama saat itu. Bisa jadi karena ia mensintesis pengetahuan katrografinya dengan tutur cerita ibunya yang asal Suppa.

Iya tak hanya mengabdi ke Peranggi, tapi juga menjadi kepercayaan Raja Ispanya (Spanyol). Dia dikatakan membuat peta negara-negara Asia untuk raja Ispanya. Bahkan, saat menemukan kepulauan Meridional di selatan India, sang Raja memproklamirkan Manuel Eredia sebagai penemu pulau itu.

Pula, karena dianggap mengenali seluk beluk nusantara, terkadang kemampuannya dimanfaatkan untuk menaklukkan beberapa kota, diantaranya Muar dan Kota Batu di Johor.

Titisan darah dan kecintaannya terhadap Nusantara, Manuel selalu merasa hendak “pulang” ke kampungnya. Kecintaannya ini diungkapkan dalam banyak map-map yang tersebar di antara pelaut-pelaut asing yang hendak menyusuri nusantara.

Salah satu peta paling mengesankan yang pernah dibuat Manuel adalah tentang “Luca Antara” — yang mungkin namanya diambil dari selipan nusantara.

Tapi Luca Antara yang digambarkan oleh Manuel adalah pulau besar yang terletak di selatan Jawa. Tahun 1601, ia sudah menggambar lokasi Luca Antara ini, yang kemudian orang mengenalnya sebagai benua Australia.

Benua selatan ini, menurut cerita tutur pelaut-pelaut Bugis sudah lama dikenal dengan sebutan kepulauan Maregge, yang berarti hitam. Merujuk ke suku asli Aborigin yang menghuninya.
Mungkin dari cerita-cerita soal orang Maregge ini, Manuel dengan yakin menggambar pulau Luca Antara ini.

BACA:  Now and Then

Karena petunjuk Manuel ini — yang malah tak sempat menjajaki benua “temuannya” itu, Abel Tasman (1642) dan William Dampier (1688) kemudian menjejakkan kaki di benua Kanguru itu.
Satu abad setelah peta Manuel dibuat itu, James Cook (1770) kemudian melakukan kolonisasi Australia untuk kerajaan Inggris.

Gambar: Peta Nuca Antara (atau Australia) terletak di selatan Jawa yang dibuat Manuel Eredia di tahun 1601, Sumber: Wikivisually.

 

-Artikel ini pernah dimuat di Medium[dot]com
Muhammad Ruslailang
Latest posts by Muhammad Ruslailang (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga