Silakan Berbahagia, Tapi Menutup Jalan Juga Ada Aturannya

Mungkin tidak satu dua kali Anda menghadapi situasi ini. Lewat di sebuah jalan, dan tau-tau terhambat atau bahkan harus memutar karena ada tenda menghalangi jalan. Biasanya hajatan pernikahan yang mengambil setengah badan atau malah seluruh jalan.
Sebagai warga negara yang dilandasi oleh semangat gotong royong, pada umumnya kita maklum. Toh tidak setiap hari. Kita dengan senang hati akan mencari jalan pintas lain sembari mengirimkan doa untuk kedua mempelai: “semoga berbahagia selalu, dan lancar sukses malam pertamanya”.

Namun ada kalanya kehadiran tenda resepsi yang menutupi jalan ini seperti jamur menyelimuti oncom. Terutama di area permukiman sub-urban. Ramai sekali. Biasanya di bulan-bulan tertentu, seperti ketika menjelang puasa. Di satu jalur jalan, bisa kita temui 2 sampai 3 pasangan yang berbahagia.

Lalu bagaimana sebenarnya aturan menutup jalan ini?

Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Fahri Siregar mengatakan, warga yang ingin menggelar hajatan dengan menggunakan sebagian atau seluruh jalan, wajib mengajukan izin paling lambat 3 hari sebelum pelaksanaan. Aturan ini sesuai dengan petunjuk pelaksanaan Kapolri tentang izin keramaian.

“Apabila ada masyarakat yang mau mengajukan kegiatan, ada persyaratannya. Itu juga diklasifikasikan, ada yang memang cukup kelurahan setempat, kalau misalnya jumlahnya tidak terlalu banyak. Ada juga yang jumlahnya di atas 500, maka itu harus ada proposal kegiatan. Ada izin penyelenggaraan kegiatan, ada juga izin tempat berlangsungnya kegiatan tersebut. Jadi memang ada suatu mekanisme administrasi yang harus dipenuhi. Harus ada permintaan untuk penggunaan jalan atau lokasi tersebut dan dinyatakan oleh kelurahan setempat dan ditembuskan ke polisi. Karena nanti polisi yang mengeluarkan izin keramaiannya, baik tingkat Polsek maupun Polres, tergantung eskalasinya,” kata Kompol Fahri Siregar, sebagaimana disampaikan kepada Agung Hepi dari Transmedia.

BACA:  Surat Tidak Terlalu Terbuka tentang Hal yang Tidak Terlalu Penting untuk Mas Nadiem Makarim

Apabila keramaian tersebut mengakibatkan pengalihan arus lalu lintas maka harus dilihat tingkat klasifikasi jalan tersebut, apakah termasuk jalan nasional, provinsi, kabupaten-kota, atau jalan desa. Klasifikasi ini diperlukan agar polisi dapat mengantisipasi kemacetan dengan cara pengalihan atau penutupan arus lalu lintas.

Lalu apa sanksi bagi pihak yang menutup jalan tanpa hak atau izin? Pasal 274 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan, siapa pun yang mengakibatkan gangguan fungsi jalan dapat dikenakan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda maksimal 24 juta rupiah.

Pasal 274 

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang 
mengakibatkan kerusakan dan/ atau gangguan fungsi 
Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) 
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) 
tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua 
puluh empat juta rupiah).

Aturan ini merujuk pada pasal 28 ayat 1 di Undang-undang yang sama yang menyebutkan:

Pasal 28 

(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang 
mengakibatkan kerusakan dan/ atau gangguan fungsi 
Jalan.

Dalam kacamata agama Islam sendiri, beberapa ulama menyarankan resepsi pernikahan tidak digelar di jalan. Ustadz Ahmad Sarwat, Lc., MA., misalnya, menyebutkan ada larangan tegas dalam agama untuk menghalangi orang yang lewat.

BACA:  Katak yang Nyaris Punah Karena Dibikin Jus

“Jangankan menghalangi, kalau saja di jalan ada aral melintang atau ada onak dan duri, kita wajib membuangnya, agar orang yang lewat tidak celaka,” tulis Ahmad Sarwat sebagaimana dimuat di laman Rumah Fiqih.

Menurut Ustadz Ahmad, di masa lalu, menggelar hajatan di jalan masih dapat dimengerti. Sebab, jalan masih lengang dan pergerakan orang tidak terhalangi. Bahkan setiap orang ingin membantu bila ada hajatan.

“Tetapi ketika kita bicara tentang lokasi di Jakarta yang padat, macet, jalan sempit dan frekuensi lalu lintas sangat padat, tentu lain lagi ceritanya. Apalagi yang namanya hajatan pengantinan atau sunatan, nyaris hampir setiap hari Sabtu dan Ahad digelar. Kadang bukan cuma satu tempat, tetapi bisa sampai dua atau tiga titik yang saling berdekatan. Sehingga membuat bingung para pengguna jalan, mau lewat mana lagi, karena semua jalan ditutup,” tulis Ustadz Ahmad Sarwat.

Selengkapnya penjelasan beliau, bisa dibaca di sini.

Leave a Reply

Silakan dibaca juga