Lentera Tetangga

Artikel ke 29 dari 42 artikel dalam Topik : Lomba Menggunjing Tetangga 2016

Tetangga adalah orang-orang yang hidup berdekatan dengan tempat tinggal kita.  Tetangga ada di samping kiri, samping kanan, depan, belakang, maupun di atas dan di bawah jika kita tinggal di rumah susun atau apartemen.  Sebagai makhluk sosial yang baik kita harus bisa menyesuaikan diri kita dengan lingkungan sosial di sekitar kita.  Dengan demikian akan tercipta suatu kehidupan yang nyaman, rukun, damai dan sejahtera antara diri kita dengan para tetangga.  Kehidupan bertetangga yang baik akan memberikan dampak positif kepada diri kita dan anggota keluarga kita yang lainnya.

Banyak yang berpendapat bahwa tetangga adalah keluarga terdekat kita. Saya sangat setuju dengan pendapat tersebut. Tetangga menjadi orang pertama yang mengetahui kejadian atau musibah yang menimpa keluarga kita. Mereka pun tak segan-segan untuk mengulurkan bantuan kepada kita, tanpa pamrih. Tanpa mereka, kita tidak bisa mendapatkan kasih sayang yang begitu hangat. Maka, kita harus bersyukur sekali jika mempunyai tetangga yang sangat peduli, perhatian, dan selalu mengasihi kita.

Dahulu, saya mempunyai tetangga yang patut untuk dijadikan motivator. Tetangga saya, sepasang suami-istri yang sudah lanjut usia. Sebut saja, nama beliau Pak Anwar dan Bu Ani. Memiliki empat anak yang sudah berkeluarga semua. Mereka bertempat tinggal di luar kota. Pak Anwar dan Bu Ani hanya hidup berdua di masa tuanya kini. Hanya satu tahun sekali dapat berkumpul dengan anak cucunya.

Kegiatan sehari-hari yang dilakukan Pak anwar dan Bu Ani sangat bermacam-macam sekali. Meskipun usia mereka sudah tidak dikatakan muda lagi, tetapi semangat mereka tidak pernah luntur. Setelah pensiun dari guru, mereka menekuni bidang pertanian, mengingat ada ladang  yang harus mereka kelola. Awalnya Pak anwar mengalami jatuh bangun dalam mengelola ladang tersebut, diantaranya pengeluaran untuk pembelian pupuk dan irigasi tidak sebanding dengan hasil panen yang diperolehnya. Beliau hampir ingin menyewakan tanah ladangnya untuk orang lain, karena sudah merasa putus asa dan menyerah. Akan tetapi sang istri selalu memberikan dorongan semangat untuk suaminya. Maka ladang tersebut mereka tekuni bersama-sama, sampai membuahkan hasil yang memuaskan.

Pak Anwar di usianya yang senja kini, masih tetap aktif berkiprah dalam berbagai kegiatan sosial di desa kami. Mulai dari ikut kerja bakti, menjabat sebagai ketua RT, melakukan penyuluhan berupa himbauan kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan sekitar agar tetap bersih, dan tak segan-segan mengulurkan bantuan kepada kami yang mengalami kesusahan. Saya sebagai tetangganya, tidak hanya sekali merepotkan beliau tetapi sudah berkali-kali. Mulai merepotkan dari hal yang kecil maupun yang besar. Pak Anwar juga tidak pernah mengharapkan imbalan. Beliau merasa senang jika bisa membantu orang lain.

Pak Anwar di kalangan masyarakat terkenal sebagai pemuka agama. Setiap hari Jumat, beliau selalu memberikan khotbah/ceramah pada jama’ah di Masjid. Selain berjiwa sosial yang tinggi, beliau juga memiliki hati yang mulia. Ketika gaji guru masih pas-pasan untuk biaya  kebutuhan sehari-hari, tetapi hal tersebut tidak menyurutkan niatnya untuk membangun sebuah tempat ibadah yang sangat megah dan dapat membiayai kuliah ke-empat anaknya. Hal yang ingin dia capai dalam hidupnya bukan untuk berangkat ke tanah suci melainkan ingin membangun sebuah Masjid yang megah. Sedikit demi sedikit beliau menyisihkan uangnya untuk mencapai impiannya. Satu per satu anak Pak Anwar, dapat menyelesaikan pendidikan di jenjang perguruan tinggi sebagai sarjana. Pak Anwar dan Bu Ani sangat bangga dengan ke-empat anaknya, tidak sia-sia perjuangan mereka dalam mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk biaya pendidikkan mereka.

BACA:  Kang Sunandar, Pemberdaya Ekonomi Warga Sulek

Suatu ketika istri dari Pak Anwar mendapat musibah yaitu mengalami kecelakaan lalu lintas. Bu Ani mengalami kecelakaan, saat perjalanan pulang dari pasar. Akibat dari kecelakaan tersebut, mengharuskan Bu Ani menjalani operasi. Luka yang didapat cukup parah. Sehingga Pak Anwar harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit  untuk biaya operasi tersebut. Pak Anwar juga tidak ingin membebani keempat anaknya. Terpaksa, Pak Anwar menggunakan tabungan yang selama ini dia kumpulkan untuk membangun sebuah Masjid. Tabungan tersebut digunakan untuk biaya operasi.

Setiap hari Pak Anwar, selalu mendampingi istrinya yang berbaring lemah di rumah sakit. Dua minggu setelah operasi, Bu Ani masih belum sadar. Beliau masih dalam keadaan koma, mengingat diusianya yang senja ini membuat tubuhnya sedikit lama untuk pulih kembali. Tubuhnya bergantung pada peralatan medis. Hal ini membuat Pak Anwar dan anak-anaknya sangat khawatir dengan kondisi Bu Ani. Ke-empat anak Pak Anwar sering bolak-balik antar kota, demi menjenguk sang ibu. Tak lama kemudian, Bu ani telah menghembuskan nafas terakhirnya.

Kini, Pak Anwar hidup sendiri. Beliau ingin  tetap tinggal di rumah, meskipun anak-anaknya sudah menawarkan untuk ikut mereka. Pak Anwar ingin tetap mengenang segala sesuatu yang sudah beliau lalui bersama istrinya di dalam rumah itu, membesarkan ke-empat anak mereka hingga tumbuh menjadi orang-orang yang hebat. Beliau menata hidupnya kembali setelah ditinggal sang istri. Membiasakan lebih mandiri dalam pekerjaan rumah. Mulai dari bersih-bersih rumah, mencuci baju, makan, dan masih banyak lagi. Namun itu semua tidak mudah untuk dilakukan, awalnya pak Anwar setiap pulang dari ladang masih memanggil istrinya. Itupun saya mendengarnya, karena jarak rumah kami yang juga dekat. Hari berganti hari, akhirnya Pak Anwar mulai terbiasa hidupnya tanpa Bu Ani.

Salah satu anak dari Pak Anwar, menitipkan beliau kepada keluarga saya. Mengingat kami sebagai tetangga dekatnya, dan sangat akrab dengan beliau. Hampir setiap hari, ibu saya memberikan beberapa masakannya untuk Pak Anwar. Ibu selalu menyuruh saya untuk memberikan makanan tersebut ke rumah beliau. Setiap kali saya ke rumahnya, selalu disambut dengan hangat. Saya selalu diberi coklat dan permen oleh beliau. Sesekali beliau mengajak saya bermain dan membelikan saya es krim. Masa kecil saya sering menghabiskan waktu belajar dan bermain bersama beliau. Beliau sudah menganggap saya seperti cucunya sendiri. Di waktu luang beliau sering bermain ke rumah saya. Beliau sering bermain catur bersama ayah saya. Ibu pun sering membuatkan camilan/makanan kecil untuk mereka.

Ketika libur sekolah, saya sering di ajak jalan-jalan ke ladangnya. Sungguh elok pemandangan disana. Warna daun dan rerumputan hijau yang dapat menyegarkan mata. Banyak orang yang bekerja di ladangnya. Hasil panen terus melimpah ruah. Setiap kali panen, Pak Anwar selalu memberikan sebagian hasil panennya kepada keluarga saya. Kami hidup seperti itu, saling memberi, mengasihi, dan menyayangi. Pak Anwar adalah sosok yang sangat bijak dalam mengelola segala sesuatunya. Beliau sangat disegani dan dihormati oleh para pekerja di ladangnya. Sering kali beliau membantu pekerja yang sedang mengalami kesulitan.

BACA:  Tetanggaku Teman Penyemangatku

Pak Anwar kembali fokus pada impian yang ingin dicapainya yaitu membangun sebuah Masjid yang megah. Beliau mulai menabung kembali untuk mewujudkannya. Kurang lebih hampir 10 tahun, Pak Anwar dapat mengumpulkan pundi-pundi rupiah dari hasil panennya dan sisa uang pesangon untuk membangun masjid. Kini, Masjid tersebut sudah dalam proses pembangunan. Ayah saya mendapatkan kepercayaan dari beliau untuk mengelola dalam pembangunan Masjid tersebut. Selama kurang lebih dalam beberapa bula, akhirnya beliau dapat mewujudkan impian tersebut. Tempat tersebut sudah dibangun di depan rumahnya, yang dulunya adalah tanah kosong yang penuh dengan rerumputan liar. Kini beliau sulap menjadi tempat yang ramai dikunjungi banyak orang.  Beliau pun setiap kali menunaikan sholat lima waktu,  selalu disempatkan ke Masjid. Karena letaknya yang begitu dekat dengan rumah.

Suatu pagi hari, seperti biasa saya mengantarkan sarapan pagi yang sudah dibuatkan ibu saya untuk Pak Anwar. Waktu itu rumah beliau tampak sepi, lampu teras rumah masih menyala, jendela dan pintu rumah masih tertutup. Tidak seperti biasanya yang pagi hari Pak Anwar sudah menyalakan radio kesayangannya. Saya berkali-kali memanggil beliau, namun tidak ada jawaban.  Dalam hati, saya berpikir mungkin beliau pergi ke ladangnya dini hari tadi. Saya pun kembali ke rumah dengan membawa sarapan yang telah dibuatkan ibu saya. Saya bercerita kepada ibu saya. Tetapi ibu saya justru meminta ayah saya untuk ke rumah Pak Anwar. Saya pun ingin ikut. Akhirnya saya dan ayah saya mengelilingi rumah Pak Anwar, dan memanggil-manggil beliau. Al-hasil tetap tidak ada jawaban. Ayah saya meminta saya untuk pulang ke rumah dan ayah pergi ke rumah Pak Sigit, tetangga kami juga.

Ayah pergi ke rumah Pak Sigit, menceritakan kecurigaannya tentang Pak Anwar. Karena tidak seperti biasanya rumah Pak Anwar masih terkunci dengan lampu teras dan lampu di dalam rumah masih menyala. Dan jika benar Pak Anwar pergi ke ladang, tetapi sepeda ontel yang sering beliau naiki, masih di dalam rumah. Akhirnya ayah saya, Pak Sigit dan beberapa tetangga lainnya, berencana untuk mendobrak pintu rumah Pak Anwar. Ayah saya khawatir, jika terjadi sesuatu kepada Pak Anwar. Ayah sudah menganggap beliau seperti kerabat dekatnya.

Ketika rumah sudah berhasil didobrak, ayah saya memanggil dan mencari beliau di setiap sudut ruangan. Ayah sangat terkejut, karena menemukan beliau tergeletak di kamar mandi dalam keadaan tidak sadar. Segera ayah saya dan tetangga lainnya membawa beliau ke rumah sakit. Ayah saya pun segera menghubungi anak-anak Pak Anwar.  Selama di perjalanan menuju ke rumah sakit, Pak Anwar seperti mendengkur. Belum sampai di rumah sakit, beliau sudah menghembuskan nafas terakhirnya. Kini Pak Anwar telah pulang ke Rahmatullah, menyusul Bu Ani.

BACA:  "Orang Tak Berguna" di Dusun Bangunrejo

Kini, sudah dua bulan setelah kepergian Pak Anwar. Rumah beliau tampak sepi tak berpenghuni. Ke-empat anaknya tidak ada yang mau tinggal di rumah itu. Salah satu anak dari beliau mempercayakan rumah itu kepada keluarga saya, untuk mengurusnya. Ayah dan ibu saya pun menyanggupi hal tersebut. Mengingat kebaikan beliau selama hidupnya, yang sering membantu keluarga saya. Hampir setiap hari ayah saya menyalakan lampu teras rumah di malam hari dan mematikannya ketika subuh. Ibu saya juga menyempatkan membersihkan rumah tersebut  dua kali seminggu. Saya ikut membantu ibu saya.

 

lentera2

Suatu hari, ketika aku dan ibu membersihkan kamar gudang di rumah pak Anwar, kami menemukan beberapa barang yang sekiranya masih bisa dimanfaatkan kembali. Salah satunya sebuah lentera yang unik model jaman dulu. Ibu saya membersihkan beberapa benda tersebut, barang kali masih bisa digunakan lagi. Lentera tersebut, dicoba untuk dinyalakan, tapi sayangnya tidak ada bahan bakar di dalamnya. Ibu membawanya keluar dan mengisinya dengan minyak tanah. Sumbu lentera tersebut juga masih bagus dan masih dapat digunakan. Akhirnya lentera tersebut bisa menyala terang. Itu pun berguna sekali, ketika rumah kami mati lampu dan persediaan lilin sudah habis. Dapat menerangi sudut rumah kami dalam gelapnya malam tanpa cahaya lampu.

lentera3

Banyak hal yang dapat saya pelajari dari sebuah lentera. Lentera yang menyala terang disaat kegelapan tanpa adanya cahaya dari manapun, merupakan sosok orang yang dapat mengayomi orang-orang di sekitarnya. Bahkan selalu disegani oleh banyak orang. Bahan bakar yang dapat diisi ulang, seperti halnya dengan motivasi dan pengetahuan seseorang yang setiap saat harus diisi untuk membangkitkan semangat hidupnya.

 

Penulis:

Oktaviana Ristya Anggraini.

facebook: Oktaviana Ristya A

twitter: @OktavianaRistya

instagram: oktavianaristya_anggraini

 

–Artikel ini diikutsertakan dalam yang diselenggarakan oleh The River Post – Berbagi Hanya yang Baik

Artikel dalam Topik Ini : << Keluarga Sederhana sebagai PanutanAyah, Di mana Waktumu? >>

Leave a Reply

Silakan dibaca juga