Nak, sedikit-sedikit kamu sudah mulai belajar mengucapkan kata. Dari hari ke hari, perbendaharaan katamu semakin bertambah. Dalam Bahasa Indonesia, tentu saja. Satu-satunya kata Bahasa Inggris yang kamu pahami adalah No. Sebabnya dulu kami mengikuti saran psikolog dalam artikel di sebuah majalah yang menganjurkan tidak menggunakan kata jangan kepada anak. Alasannya kata itu bisa menghambat kreativitas dan perkembangan motorik. Jadinya kami bingung juga karena ternyata saran itu susah untuk dipatuhi. Hampir mustahil untuk tidak melarang. Akal-akalannya, kami pun menggunakan kata No.
“River, No!” begitu selalu kata ibumu sambil menggoyang-goyangkan telunjuknya setiap kali kamu memanjati pintu kulkas dan berayun-ayun seolah Tarzan. Akhirnya kamu pun lebih mengerti No daripada Jangan.
Begitu saja, Nak. Selebihnya, insya Allah, baik dan lancar saja. Tak terlihat ada hambatan dalam kemampuan linguistikmu. Setiap hari selalu ada kata-kata baru yang kami ajarkan kepadamu. Beberapa kata yang kau ucapkan sudah terdengar seperti seharusnya, seperti: main, pintu, dan air. Sedangkan yang lain masih sesukamu menyebutnya, misalnya nyomi untuk mobil, wayat untuk pesawat, patu untuk sepatu, peda untuk sepeda. Melalui cakram padat video bajakan Elmo yang sudah disulihsuarakan ke Bahasa Indonesia, kamu bahkan sudah mengerti beberapa lawan kata seperti atas-bawah dan naik-turun.
Ada satu yang lucu, Nak. Kamu bisa dengan lancar mengikuti kami mengucapkan Ayah, Mama, dan Tante. Namun setiap sampai di kata Om, kamu selalu mengucapkannya dengan “Pob”. Begitu terus berulang-ulang. Ayah-Mama-Tante-Pob. Tak apa-apa ya, Nak. Nanti juga pasti bisa.
River anakku, melihatmu belajar bicara seperti melihat keajaiban sedang bekerja. Bagi kami, ini saat yang penting. Nilai-nilai yang kami anut dan yakini akan mengalir kepadamu melalui kata yang kami ucapkan dan bahasa yang kami gunakan. Dulu waktu aku kecil, aku dibuat takjub oleh seorang teman yang meneriaki ibunya pembohong hanya karena sang ibu mengaku tak punya uang untuk membeli mainan yang dimintanya. Kata itu pasti telah melewati proses yang panjang hingga bisa tersembur seperti itu. Sejak saat itu, aku menyimpulkan bahwa faktor lingkungan tak boleh dianggap remeh. Seperti halnya aku yang belajar di luar rumah bagaimana melafalkan kata “anjing” dengan penekanan pada hurup n dan j.
Itulah bahasa, Nak. Di tingkat tertinggi, bahasa adalah sarana wahyu. Namun dia juga bisa menjadi perantara kebencian. Jagalah bahasamu, karena dengan ejaan yang disempurnakan sekalipun tetap saja berpotensi menyebabkan hati seseorang terluka. Kata guru kelinci, kalau tidak bisa mengucapkan kata yang baik, lebih baik diam. Terpujilah guru kelinci.
Ketika menikah dengan ibumu, aku mengucapkan ijab qabul dalam Bahasa Indonesia. “Sah!” kata Pak Penghulu. Satu lagi keajaiban bahasa yang aku pelajari. Dengan bahasa, sesuatu yang dulu diharamkan bagi kami kini jadi halal dan berpahala. Dengan bahasa, ada hal yang dulu tampak tak terlalu serius, kini jadi wajib. Membuat kalian –kamu dan ibumu– senang dan bahagia, salah satunya.
Tulisan ini adalah upaya iseng-iseng berhadiah, Nak. Ini dalam rangka memeriahkan Gempita Bulan Bahasa powered by Indosat. Kalau menang bisa dapat hadiah telepon genggam pintar, katanya. Mari kita lihat, seberapa pintar telepon itu. Bisakah dia bilang “Om”?
- Khotbah di Atas Bukit - 10/10/2024
- Siapa Duluan? - 02/10/2024
- Dave - 26/11/2023
tulisan iseng yang enak dinikmati