Sungai Muhammad

Ilustrasi. Img:freeimages.com
Ilustrasi. Img:freeimages.com

Aku selalu terkenang pada momen ini. Terbaring di samping Bapak, beberapa hari sebelum dia pergi. Bapak bertanya sudah kemana saja aku berjalan. Aku lalu bercerita tentang pulau-pulau yang pernah aku datangi. Pada beberapa tempat yang aku sebut, Bapak bilang pernah menginjakkan kaki di sana juga. Seperti apa di sana sekarang? Begitu selalu Bapak bertanya. Aku takjub, entah karena apa. Kami memang sama-sama pejalan, dengan cara masing-masing.

Lalu tiba-tiba aku sadar ternyata tidak begitu mengenal dia. Justru di hari-hari terakhir hidupnya itu, baru muncul keinginan untuk tahu semua tentangnya. Banyak yang aku lewatkan, rupanya. Aku tak tahu dia pernah kemana saja, bagaimana dia bertemu dengan ibu saya, dan kenapa dia begitu ngotot melindungi seorang sahabatnya yang khianat dan membuat kehidupan kami nyaris porak poranda secara ekonomi.

Iya, aku tak terlalu mengenal dia.

Lalu kau muncul, Nak. Berenang-renang di perut ibumu. Pemeriksaan USG kemarin, dokter bilang kamu mungkin laki-laki. Baguslah. Meski kalaupun engkau perempuan juga tak apa-apa. Laki-laki atau perempuan, aku dan ibumu sudah punya nama untukmu. Satu nama yang androgini. River.

BACA:  Ayah yang Tak Pernah Keren

Dan aku sudah menyediakan banyak cerita untukmu. Kelak akan jadi satu buku yang aku terbitkan sendiri. Agar kau tak perlu mengulang kesalahanku. Agar kau bisa mengenalku melebihi caraku mengenal ayahku.

Sungai Muhammad. Semoga kelak bisa aku bacakan kepadamu, dan sebaliknya ketika aku mulai tua dan pikun. |

Fauzan Mukrim
Latest posts by Fauzan Mukrim (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga