Saat ini banyak relawan, tapi relawan yang paling terhormat adalah relawan penyebar pesan Tuhan untuk membaca. Iqro’! Bacalah! (QS Al Alaq:1).
Relawan mempunyai tugas penyampai (risalah) dan mengajari (tarbiyah) seperti Nabi. Dan, laiknya nabi yang diturunkan untuk umat tertentu, setiap relawan juga “dihadirkan” di satu daerah tertentu untuk menjawab persoalan-persoalan masyarakatnya. Nampaknya Wahyu Setyani (28 tahun) ini sengaja “dihadirkan” untuk menyebarkan virus membaca pada anak-anak Dusun Bajang (dusun yang berjarak ± 2 km dari tempat tinggal saya).
Dusun Bajang adalah dusun kecil di Kabupaten Jombang. Bajang adalah bagian dari wilayah Desa Karanglo Kecamatan Mojowarno. Penghuninya ada sekitar 400 KK. Keberadaan Bajang bisa dikatakan sebagai barometer untuk dusun yang lain. Di dusun ini ada lembaga pendidikan mulai dari RA, MI, MTs, sampai MA. Masyarakatnya banyak yang bertani, selain itu dusun Bajang juga terkenal dengan home industri “Tahu” yang sudah merambah ke pasar Kandangan Kediri sampai perbatasan kabupaten Malang. Sayangnya, dusun ini mengalami keterbatasan akses baca sebagaimana pengalaman Yaya – sapaan akrab Wahyu Setyani.
Yaya sebenarnya bercita-cita memiliki perpustakaan untuk masyarakat (taman baca masyarakat) sejak duduk di bangku madrasah tsanawiyah. Dia ingin perpustakaaan itu ada di rumahnya dan anak-anak di dusun tempat tinggalnya bisa bebas membaca dan meminjam buku. Karena sejak kecil Yaya memang hobi membaca. Sayangnya, saat itu dia sulit mendapatkan buku bacaan dikarenakan sekolah di desanya tidak memiliki perpustakaan.
Yaya memang senang membaca. Bacaan yang paling disukainya adalah cerpen yang ada di buku paket Bahasa Indonesia. Saking senangnya, Yaya kecil bahkan membaca apa saja termasuk koran-koran bekas yang dibeli ibunya untuk membuat pola jahitan baju pesanan para pelanggan sang ibu.
Saat SMA, Yaya mengaku paling suka sama guru Bahasa Indonesia. Kenapa dia suka? Karena sang Guru juga gemar baca dan aktif membeli novel-novel terbaru. Tentunya, Yaya adalah murid pertama yang antri pinjam dan bisa baca novel tersebut. Yaya sempat mengingat, saat itu ketika usianya belasan tahun, ia kerap ngedumel sendiri, “pokoknya kalau udah kerja gaji akan aku sisihkan buat beli buku,” begitulah tekadnya.
Sayang seribu sayang, kenyataan tidak semulus harapan. Ketika bekerja, Yaya hanya mengabdi menjadi guru swasta yang gajinya tak cukup untuk membeli buku. Bahkan untuk membiayai diri sendiri saja tak cukup. Pernah saat kuliah, ia ingin mulai mengoleksi buku dengan menyisihkan uang sakunya. Ia pun pergi ke toko buku terdekat, begitu melihat buku-buku tersebut, ia urung membeli. Sebab, uang di sakunya hanya 50 ribu saja. Hal itu terjadi beruang kali. Yaya sering masuk toko buku, lantas lihat-lihat dan akhirnya pulang tanpa buku di tangan, bahkan pupus harapan.
Rumah Baca Daanish Aniq
Novelis Andrea Hirata berpesan, “bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu”. Sama seperti pekikan semangat Sastrawan Paulo Chelho, “and when you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it”.
Dan begitulah adanya. Yaya menggambarkan, bahwa Allah memiliki cara yang indah mewujudkan setiap krenteg keinginan yang disimpannya di sudut hati paling tersembunyi sekalipun. Bermula dari pertemuannya dengan sahabat-sahabat yang juga menjadi relawan taman baca. Mereka membantu membuka rumah baca, sehingga di rumah Yaya memiliki koleksi buku tanpa membeli sama sekali. Dan pada tanggal 31 Januari 2014, Yaya secara resmi mendirikan Rumah Baca Daanish Aniq (RB Daanish Aniq), sebuah taman baca masyarakat yang dibuka secara gratis untuk masyarakat Dusun Bajang dan masyarakat umum lainnya.
Awalnya hanya ada 100 judul buku, sumbangan dari teman. “Dengan berat hati saya tidak mengijinkan anak-anak untuk meminjam buku lantas dibawa pulang. Mereka hanya boleh membaca di Rumah Baca Daanish Aniq saja. Karena jumlah buku tidak sebanding dengan jumlah pembaca. Khawatirnya tidak ada stok buku di rumah karena dipinjam dibawa pulang.”
Yaya sendiri sangat ingin bisa menambah koleksi bukunya dengan membeli dari uang pribadi. Tapi apalah daya, gaji Yaya dan suaminya sebagai guru swasta tak pernah lebih, bahkan lebih banyak minusnya.
Meski begitu, harapan Yaya tidak putus. Ia terus membangun relasi dan memperlebar jaringan dan bergandeng tangan dengan relawan lainnya. Dengan semangat, Yaya mengupload kegiatan anak-anak di RB Daanish Aniq di facebook. Dari situlah, akhirnya banyak pihak yang menghubungi untuk menyumbang buku. Hingga lambat laut buku terus bertambah dan bertambah.
Kikis Kenakalan Remaja
Selain menyebarkan virus baca, Yaya juga mengenalkan cara berorganisasi pada anak-anak Dusun Bajang melalui keikutsertaan menjadi relawan. Dengan harapan, semangat membaca bisa semakin meluas dan secara langsung mengasah ketrampilan pada anak. Inisiatif ini juga dilatarbelakangi keprihatinannya. Sebab, berkali-kali terdengar kabar bahwa ada gadis di desanya yang hamil di luar nikah, padahal desa tempat tinggalnya termasuk lingkungan religius (terbukti dari banyaknya madrasah).
Karena itu, Yaya bersama suaminya semakin yakin untuk mengajak dan memberikan para remaja tersebut kegiatan-kegiatan positif yang menyenangkan. Di luar dugaan, respon remaja desa sangat baik. Bahkan dari 20 undangan yang disebar secara random untuk siapa saja yang mau hadir, ternyata ada 37 remaja yang datang. Dan Yaya membentuk sebuah komunitas bernama Komunitas Remaja Putri Dusun Bajang. Mereka membuat kegiatan setiap hari Jumat, berupa memasak, membuat kerajinan, menulis dan belajar bahasa inggris. “Kami mencoba mendekati mereka dengan asyik, bersikap dan bertindak seperti mereka agar mereka mau curhat tentang masalah yang dihadapi. Selain menjadi tempat sharing persoalan dan mencari solusi bersama, Kami berharap kegiatan asah ketrampilan tersebut bisa menjadi media berkegiatan yang positif bagi mereka,” tuturnya.
Lambat laun, remaja/relawan pun semakin dekat dan membaur dengan Yaya, sehingga bisa digandeng untuk membantu melayani anak-anak pembaca di RB Daanish Aniq.
Tentu saja, usaha Yaya dan suaminya tidak selalu mulus-mulus saja. Ada saja omongan sebagian masyarakat yang justru merendahkan apa yang dilakukan Yaya. Mereka menganggap bahwa kampanye gemar baca sebagai aksi sia-sia dan terlalu mengada-ada, jauh dari realita kebutuhan masyarakat. “Omongan yang kontra tersebut kadang malah membuat kami down,” keluh Yaya. Akan tetapi, rupanya kegigihan tekad untuk memberikan kontribusi positif lewat membaca lebih kuat dan menjadi penyemangat bagi Yaya untuk terus maju. Tantangan lain yang dihadapi adalah saat menghadapi remaja yang mulai memakai alasan berkunjung ke RB Daanish Aniq sebagai senjata keluar rumah. Padahal mereka “mojok” dengan teman laki-lakinya malam-malam.
Keluhan lain yang dirasakan adalah ketika ada relawan yang sudah mahir harus keluar dan tidak lagi aktif di RB Daanish Aniq dikarenakan harus menempuh pendidikan tinggi di luar Jombang. Sehingga, Yaya dengan berat hati harus melepasnya, “Yang terpenting, apa yang sudah diperlajari di rumah baca ini bisa bermanfaat dan menjadi bekal untuk mereka,” ungkapnya. Dan, saat ini bersisa 20 relawan yang masih aktif di RB Daanish Aniq. Yaya yang energik tidak pernah patah semangat. Baginya, mengibarkan semangat baca lewat Rumah Baca Daanish Aniq ini ibarat menjawab dendam masa silam, adanya keterbatasan akses baca.
“Saya seolah merasakan mereka yang ingin baca, tapi memiliki keterbatasan akses. Dan menurut saya, bukannya daya baca mereka rendah. Tapi, akses bacanya yang kurang memadai. Melalui RB Daanish Aniq, saya hanya ingin memberi pengalaman baru pada anak-anak desa agar mereka tidak mengalami apa yang saya alami dulu, yakni memiliki keinginan untuk maju tetapi tidak ada fasilitas dan dukungan. Saya hanya ingin mendampingi anak-anak untuk mencapai apa yang mereka inginkan, khususnya di bidang pendidikan dan soft skill,” tuturnya.
Mengelola taman baca tentu tidak semudah yang dibayangkan. Memerlukan konsistensi, akan tetapi bagi Yaya menjadi kesenangan tersendiri jika ada yang mengecap manfaat dari baca di RB Daanish Aniq.
Yaya pernah mengadakan lomba menulis tentang RB Daanish Aniq. “Dan yang mengharukan bagi kami sebagai pengelola ialah saat sebagian besar mereka bersyukur atas RB yang didirikan, sehingga mereka bisa membaca berbagai macam-macam buku dan sebagian besar cita-cita mereka ingin menyisihkan hasil usaha mereka kelak untuk membuat kegiatan sosial seperti yang Bu Yaya, begitulah kata mereka. Tentu saja dengan yakin dan tulus yang mengaminkannya,” kata ibu satu anak ini.
Yaya telah menjadi role model bagi remaja/relawan menjadi lebih percaya diri dan bisa mengikis rasa minder sebagai gadis desa, sehingga mereka mulai membuka diri bahwa mereka punya potensi.
“Bahkan yang kuliah di Surabaya pernah sms mengucapkan terima kasih telah diberi pengalaman berharga saat-saat di RB Daanish Aniq sehingga dia semangat untuk kuliah meski terbatas biaya,” cerita Yaya.
Merelease lagu
Yaya juga pernah merelease sebuah lagu, tepatnya di tahun 2013. Berawal menjadi guru Bahasa Inggris di MI. Saat itu Yaya bingung mencari metode yang tepat untuk mengajarkan bahasa inggris dengan mudah pada anak-anak.
Akhirnya, ketika Yaya sedang berada di kamar mandi, muncullah ide-ide mendadak dan akhirnya terbentuknya lagu yang asyik. Satu persatu dikumpulkan dan ditulis di buku catatan kecil. Pernah muncul ide konyol untuk membuat video sendiri tapi apalah daya Yaya tidak memiliki kecukupan biaya. Jadi cuma menjadi angan-angan saja.
Beberapa tahun kemudian, ketika di rumah sendirian Yaya melihat ada sampul album lagu di meja. Sampul album berbentuk CD itu diproduksi Perdana Record Surabaya. Langsung saja Yaya terpikir sebuah keinginan yang sempat tertunda tersebut. Maka Yaya langsung browsing alamatnya, lantas dikirimlah lagu-lagu tersebut via kantor pos.
“Sehari sesudah itu, pihak Perdana Record menelpon saya dan mengundangnya untuk datang ke kantornya. Dan dari hasil permbicaraan kami deal bekerjasama membuat 10 lagu pembelajaran Bahasa Inggris,” tutur ibu kelahiran 1988 itu. Dan ternyata, lanjut Yaya, pihak Perdana Record sebenarnya memang membutuhkan dan mencari penulis dan pengarang lagu pembelajaran bahasa inggris dan sudah pasang iklan di salah satu koran nasional Jawapos.
Yaya yakin kegemarannya menulis lagu tersebut adalah kratifitas yang terasah dari hasil membaca.
Partisipasi Kemerdekaan
71 tahun Indonesia merdeka. Dan kemerdekaan ini adalah amanah para pejuang untuk mengisi kemerdekaan dengan aksi nyata. Sebagaimana yang telah dilakukan Yaya dan relawan Rumah Baca Daanish Aniq yang beraksi nyata mengkampanyekan gerakan gemar baca. Meski di awal ada suara-suara pesimis tentang cita-cita Yaya tersebut, tapi kini Yaya dan RB Daanish Aniq mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Pada momentum kemerdekaan 71th RI saat ini, pemerintah Dusun Bajang mengundang dan mengajak relawan RB Daanish Aniq untuk berpartisipasi dalam perayaan kemerdekaan. Bersama warga mereka memerankan sebuah drama kolosal dalam rangka peringatan 71th HUT RI. Inilah sebentuk sinergi yang tercipta antara relawan RB Daanish Aniq dan masyarakat dusun Bajang.
Yaya berharap kampanye gemar baca yang ia lakukan bisa terus dilakukan. Sebab menurut Yaya, dengan membaca, anak-anak desa pun dapat berwawasan luas dan membuka banyak kesempatan untuk maju. Meski sejauh ini Yaya merasa belum maksimal mengkampanyekan gemar baca pada masyarakat, akan tetapi ia bertekad untuk terus mengibarkan semangat baca, sehingga bisa berdampak dan membawa perubahan positif bagi masyarakat.
Penulis:
Machtumah Malayati
- Besse’, Fosil Homo Sapiens Tertua dari Sulawesi Selatan - 17/09/2021
- Indonesia Kembali Terima Vaksin Covid-19 Pfizer dan AstraZeneca - 02/09/2021
- Rindu - 28/03/2020