Tahun 1997, Ima Matul Maisaroh memutuskan meninggalkan Malang dan bangku sekolahnya yang baru menginjak kelas 1 SMA. Usianya baru 17 tahun ketika itu. Ada sebuah mimpi yang menunggunya di Los Angeles: menjadi nanny atau pengasuh anak.
Tiga tahun bekerja pada sebuah keluarga, Ima menemukan bahwa mimpinya nyaris tak terbentuk lagi. Ia lebih sering dipukuli, dibenturkan ke tembok, paspornya disembunyikan, dan gaji yang dijanjikan sebesar 150 dolar per bulan tak dibayar sepeser pun. Ia sadar telah menjadi korban perdagangan manusia atau trafficking.
“Saya tidak tahu bakal kejadian seperti ini,” kata Ima seperti dikutip dari VOA Indonesia.
Ima lalu memutuskan untuk menyelamatkan diri. Ia menulis surat kepada seorang asisten rumah tangga di sebelah rumah yang ia tinggali. Ia kemudian dibawa kabur dengan mobil dan diantar ke sebuah organisasi nirlaba bernama CAST (Coalition to Abolish Slavery and Trafficking).
Di CAST, Ima dibekali berbagai kursus, mulai dari kursus kepemimpinan, komputer, bahasa Inggris, hingga kursus kesetaraan SMA. Setelah mandiri, Ima menjadi relawan di CAST sejak tahun 2005. CAST inilah yang mengubah hidup Ima dari seorang korban menjadi seorang aktivis antiperdagangan manusia.
Tahun 2012, Ima diangkat menjadi staf di CAST dan ditugaskan sebagai pembela dan pendamping korban trafficking. Di Amerika, CAST banyak melakukan lobi untuk membuat undang-undang dan program bagi korban perdagangan manusia. Karena bekerja di CAST pula, Ima bisa bertemu dengan banyak pejabat pemerintah Amerika Serikat yang peduli pada masalah Hak Asasi Manusia, seperti Bill Clinton dan Barack Obama.
Puncaknya, pada tahun 2015, Ima diangkat menjadi anggota Dewan Penasehat Presiden Barack Obama. Obama merangkulnya untuk memberi masukan mengenai masalah perdagangan manusia. Nama Ima Matul Maisaroh mendadak jadi perbincangan beberapa hari belakangan ini karena ia dijadwalkan akan menyampaikan pidato pada konvensi Nasional Partai Demokrat di Philadelphia, Pennsylvania, pada Selasa (26/7) malam waktu Amerika Serikat.
Namun, sesungguhnya berkecimpung di dunia perlawanan tehadap praktik perdagangan manusia, Ima membawa keinginan sederhana.
“Saya tidak mau apa yang telah saya alami, terjadi pada orang lain. Kalau bisa, dicegah….”