Putaran Bonus

Langkah kaki yang berusaha aku tahan tak jua membuat kami melambat. Rasanya malah semakin cepat. Pagar rumahnya sudah terlihat. Itu artinya sebentar lagi kami harus berpisah. Aku berusaha meredam keresahan yang lebih mirip pedih. Sesuatu yang nisbi ini berlaku pula padaku. Ini hari terakhirku bersamanya. Setidaknya, mungkin terakhir, karena aku tidak tahu kapan lagi bisa menemuinya. Sedikit keberuntungan sudah aku terima malam ini. Dia bersedia menemaniku jalan. Tapi aku tak yakin apa masih punya sisa keberuntungan lain.

Dan sampailah kami di depan rumahnya. Malam sudah sangat larut, hampir dinihari. Aku tak berharap dia akan mengajakku masuk, karena kupikir itu tak mungkin. Lagipula, sebejat-bejatnya, aku juga masih punya sopan santun untuk tidak bertamu terlalu malam. Aku merapikan kerah jaket, mencoba menghalau dingin. Dia mengikuti dengan menurunkan lengan bajunya yang tadi tergulung, dan kini menutupi hampir setengah telapak tangannya. Di keremangan cahaya bulan, aku bisa melihat jari-jari mungilnya yang mencuat dari ujung baju, putih dan agak tremor. Ah, jari-jari itu, masihkah bisa kugenggam esok hari?

“Aku akan tinggal kalau kamu meminta,” kataku. Dia menggeleng.
“Kamu akan berusaha tinggal kalau kamu memang mau,” katanya pelan, dan tiba-tiba mengingatkanku pada sesuatu yang tidak bisa aku lawan, sesuatu di luar kuasaku.

BACA:  Tamasya ke Masa Kanak-kanak

Kami terdiam cukup lama. Setidaknya untuk ukuran orang yang berdiri di depan pagar. Kehilangan kata.

Lalu aku menyentuh rambutnya seolah-olah dia anak kecil yang baru saja berbuat baik, seperti yang sering aku lakukan.

“Aku ingin memelukmu. Tapi tak mungkin aku lakukan di sini. Tapi kalau kamu tak keberatan, aku masih ingin jalan bersamamu malam ini. Satu putaran bonus saja. Kita memutar di ujung jalan sana dan kembali ke sini lagi. Lima belas menit paling lama…”

Dia tidak menyahut. Tapi kakinya memberi isyarat akan bergerak. Aku lalu meraih tangannya. Terasa jari-jarinya yang dingin menyusup masuk sela-sela jariku. Kami tak banyak bicara lagi.

Malam itu, aku mendapatkan putaran bonusku. Satu lap. Dengan waktu tempuh lima belas menit lebih sedikit.

(“Karabiner”, hal: 234)

Fauzan Mukrim
Latest posts by Fauzan Mukrim (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga