Saya deg-degan. Saya ada janji wawancara dengan Dian Sastro untukThe River Post, tentang perannya di film AADC2 yang akan dirilis bulan depan. Saya sudah menonton trailernya dan mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan cerdas. Mau apa lagi, ini Dian Sastro. Sebagaimana pria lain, saya pun tidak ingin tampak bodoh di depannya…
Ah, Faisal Oddang yang katanya akan menemani saya mewawancaraDian Sastro, belum muncul juga sampai Mbak Dian duduk di depan saya. Di sebuah kafe yang sejuk dan lampunya terang.
“Maaf menunggu lama,” katanya sambil meraih kursi. Satu kursi lagi yang tadinya saya sediakan untuk Faisal Oddang, dia tarik mendekat dan meletakkan tasnya di situ.
Ya Tuhan…. Sekiranya harus bikin tenda beberapa hari pun agar mendapat kesempatan wawancara ini, rasanya saya tetap rela.
“Mau tanya apa?” katanya lagi.
“Mmm… Ini, Mbak…”
Sial. Saya kehilangan kata-kata.
“Tak usah panggi Mbak, toh rasanya kita seumuran…”
Ya Tuhan… Mbak Dian…
“Bisa dimulai wawancaranya?”
Ditegur begitu, saya makin grogi. Semua pertanyaan yang sudah saya siapkan, tiba-tiba lenyap. Tergopoh-gopoh saya meraih tas, mencari pointer di blocknote saya, tapi ia pun ikut lenyap.
“Eh, anu… Mbak Dian… Eee… Apa suka dukanya kembali memerankan Cinta setelah belasan tahun?”
Aduh, kenapa pertanyaan “pelatihan jurnalistik dasar” itu yang keluar? Suka duka? Hellow….
Tapi sudah terlanjur. Dan Saya lihat wajah Mbak Dian berubah.
“Mas,” katanya. “Itu pertanyaan… jah-hat.”
Dian pergi.
Dan saya pun terbangun. Sudah siang, saya rupanya ketiduran lama setelah mengantar River ke sekolah tadi. Hampir saja saya telat ke kantor.
- Khotbah di Atas Bukit - 10/10/2024
- Siapa Duluan? - 02/10/2024
- Dave - 26/11/2023