Pengantar Tidur

Seperti malam-malam berhujan lainnya, malam ini juga menyisakan dingin di tubuh. Titik-titik air bersarang di celanaku, membentuk gambar semacam pulau. Untung ada Jack Wolfskin yang melindungi bajuku, sehingga tetap hangat dia di malam hari ini.
Belum sehari meninggalkanmu, Nak, tapi rindu sudah seperti pompa. Relakanlah. Ini demi sebuah ruang tengah penuh buku, tempatmu nanti akan mengembara di lembar-lembarnya. Tersesat di antara sampul-sampulnya.

Kemarin aku menimangmu, mencoba menidurkanmu. Ketika engkau tak juga berhenti menangis, aku kerahkan semua lagu pengantar tidur yang aku tahu. Ininnawa. Ini lagu pengantar tidur yang memendam di kepalaku. Sering dinyanyikan nenekku ketika menidurkanku waktu aku kecil sepertimu.

Ininnawa sabbaraki,
lolongeng gare’ deceng,
alla tau sabbara’ ede.

Kesabaran akan berbuah kebaikan. Kira-kira begitu artinya.

Tapi engkau tidak juga tertidur, bahkan ketika lagu itu sudah aku rewind berkali-kali. Hanya tangismu yang berhenti, dan matamu yang nasuha itu bergerak-gerak seolah-olah melihat lingkaran halo di atas kepalaku.
Lalu aku ganti lagu. Nina Bobo yang konvensional. Lagu pengantar tidur yang mengajarkanmu untuk berseberangan dengan nyamuk. Nyamuk akan jadi musuhmu bila engkau tak mau tidur. Kasihan si nyamuk ya, Nak. Padahal dia kan tidak tahu apa-apa.

Dan kamu belum juga tertidur. Akhirnya, dengan bantuan pemutar MP3 di handphone-ku, aku berduet dengan Scott Stap, vokalis Creed, menyanyikan Lullaby. Dia suara satu, aku suara kaleng.

Hush my love now don’t you cry
everything will be all right
close your eyes and drift in dream
rest in peaceful sleep
If there is one thing I hope I showed you
Hope I showed you..
Just give love to all…

BACA:  Menemani Perjalananmu

Matamu pun perlahan merapat. Tidur telah menjemputmu. Dan sebagai penutup, aku nyanyikan lagu Baby Beluga untukmu. Ibumu sempat protes karena aku tanpa sengaja menukar liriknya. Aku bilang, is your mama warm?
Padahal lirik sebenarnya lagu yang diciptakan oleh penyanyi legendaris Raffi Cavoukian ini adalah sebagai berikut:

Baby beluga in the deep blue sea,
Swim so wild and you swim so free.
Heaven above and the sea below,
And a little white whale on the go.

Baby beluga, baby beluga,
Is the water warm? Is your mama home,
With you so happy?

Way down yonder where the dolphins play,
Where you dive and splash all day,
Waves roll in and the waves roll out.
See the water squirting out of your spout.

Baby beluga, oh, baby beluga,
Sing your little song, sing for all your friends.
We like to hear you.

When it’s dark, you’re home and fed.
Curled up snug in your waterbed.
Moon is shining and the stars are out.
Good night, little whale, good night.

Baby beluga, oh, baby beluga,
With tomorrow’s sun, another day’s begun.
You’ll soon be waking.

Baby beluga in the deep blue sea,
Swim so wild and you swim so free.
Heaven above and the sea below,
And a little white whale on the go.
You’re just a little white whale on the go.

Bagus kan, Nak? Ini lagu tentang bayi ikan paus beluga. Salah satu lagu anak-anak paling terkenal yang diciptakan Raffi. Selain lagu Baby Beluga ini, ada juga lagu milik Raffi yang cukup terkenal. Judulnya Banana Phone. Tapi yang ini aku belum hapal.

BACA:  Mommy in Plastic Boots

===

Terpisah jarak ratusan kilometer darimu, Nak, aku juga mencoba membuat diriku cepat tidur lelap. Pengantar tidurku adalah dua buku lumayan tebal. Satu aku beli, satu aku pinjam. Aku sedang berjuang menamatkan novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan karya Tasaro. Dari sejak aku beli hari Rabu lalu, aku belum mampu menammatkannya. Mungkin karena aku membacanya paralel dengan buku Bumi Cinta yang aku pinjam itu. Aku membacanya bergantian supaya tidak bosan.

Membaca novel Lelaki Penggeggam Hujan ini, Nak, entah mengapa ada sedikit rasa-rasa sedih yang menggelayut. Bukan karena isinya. Aku tidak bermaksud me-review novel itu untukmu, meski sebenarnya novel itu memang aku beli untukmu. Aku berhasil mendapatkan tandatangan Tasaro dan di situ dia menulis: untuk River. Hehehe. Keren kan? Cepatlah besar dan kau baca sendiri itu buku.

Fisik novel itu, Nak, mengingatkanku pada novel Maryam Jamilah, Di Tepian Jalur Gaza. Bapakku membawa pulang buku itu ketika umurku belum lagi 10 tahun. Aku ingat, aku menamatkan buku itu hanya dalam beberapa malam. Kenyataan bahwa bapakku menginginkan aku untuk gemar membaca sedari kecil, itulah yang membuatku sedih. Suatu kali, aku pernah berniat membalas jasa-jasanya. Ketika beliau pensiun dari pekerjaannya, aku meniatkan ingin membelikan buku-buku tebal untuk menemani masa tuanya. Tapi Tuhan berkehendak lain. Penglihatan bapakku terganggu karena sesuatu di selaput matanya. beberapa kali aku melihatnya memicing-micing berusaha membaca buku yang aku bawa pulang untuknya.

BACA:  Termos Es Bu Guru

Tempo hari aku beli novel itu 4 buah. 3 buku pesanan teman-temanku, dan satu buku sisanya itu yang aku baca sekarang. Harusnya aku beli 5 buku. Satu buku lagi untuk aku kirimkan kepada Bapak seandainya dia masih ada. Aku membayangkan Bapak pasti akan gembira menerima kirimanku itu, segembira hatinya saat menekuri buku-buku Maryam Jamilah kegemarannya itu. |

Fauzan Mukrim
Latest posts by Fauzan Mukrim (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga