Oxbridge dan Elitisme Pendidikan

Setiap Senin malam, di BBC ada acara kuis University Challenge. Kuis ini mirip seperti Cerdas Cermat di TVRI dulu.. (jadul amaat yaaa?). Pesertanya sih ngga perlu dijelaskan ‘kan, sudah tersurat jelas dari namanya. 

University Challenge ini termasuk salah satu acara yang jarang saya lewatkan. Bukan karena pencitraan atau mau sok pintar sih nonton acara ini, tetapi saya suka aja melihat para mahasiswa itu berebut dan pada bisaan menjawab pertanyaan-pertanyaan kuis yang beraneka ragam itu. Dari science, history, geography, art, musik klasik, film, dll. Susah-susah semua. Jarang banget ada pertanyaan yang bisa saya jawab. Emang gak lepel sih… 

Sejak pertama kali ditayangkan pada tahun 1963 sampai tahun lalu, acara ini telah menghasilkan 44 juara, dan 24 di antaranya dipegang oleh college-college dari Oxbridge (Oxford and Cambridge) University. Nggak heran lha ya, secara Oxbridge ini tidak pernah absen dari jajaran universitas terbaik, tidak hanya di Inggris, tetapi juga dunia.

Nah, ngomongin Oxbridge, di pikiran saya langsung terbayang kumpulan mahasiswa yang hampir semuanya jenius dan kutu buku. Heran sangat, kok bisa pinter-pinter gitu, makannya apa sih? Bukan nasi jangan-jangan …

Oxbridge memang universitas elit, yang seleksi masuknya sangat susah ditembus kecuali oleh anak yang benar-benar cerdas. Minimal setiap pendaftar harus mempunyai 3 nilai A/A* atau nilai IB 38-40 tergantung jurusan yang akan diambil. Setelahnya mereka masih harus mengikuti test tertulis, membuat paper, dan interview. (Pfiuuh, mbayanginnya sudah capek duluan.)

BACA:  Dilarang GR di Negara Ini

Kalau dilihat secara statistik, mahasiswa Oxbridge ini sekitar 55% berasal dari state school (alias sekolah negeri), sedangkan 45% sisanya dari independent school atau sekolah berbayar. Tampak hampir seimbang ya persentasenya. Tapi ternyata tidak sama sekali. Lha jumlah independent school itu cuma 7% dari total school di UK, je… Sedangkan yang 93% lainnya adalah state school. Secara semua state school di Inggris ini gratis tis, ngga ada SPP atau uang buku se-poundsterling pun, jadiii, sudah sedikit kelihatan kan betapa njomplangnya ‘kualitas’ sekolah antara yang mbayar dan gratisan. Hasil gambar untuk smile icon

State school sendiri juga terbagi dua, yaitu grammar school dan comprehensive school. Persentase murid grammar school yang lolos masuk Oxbridge lebih besar daripada comprehensive school. Nggak heran, karena untuk masuk grammar school harus melalui tes yang lumayan susah, sedangkan untuk masuk comprehensive school ngga perlu tes sama sekali. Berdasarkan statistik, yang lolos masuk ke grammar school sebagian besar adalah anak-anak dari kelas menengah ke atas, karena orang tuanya mampu membayar ‘bimbingan belajar’ yang banyak diadakan untuk persiapan ujian masuk grammar test tersebut. Sedangkan anak dari kelas menengah ke bawah biasanya harus yang pinter banget baru bisa lolos tes. Rata-rata hanya sekitar 5% murid grammar school yang mendapatkan free school meal alias golongan kurang mampu.

Jadi, kalau 55% mahasiswa Oxbridge yang berasal dari state school tadi sebagian besar adalah dari grammar school, bisa disimpulkan kalau sebagian besar mahasiswa Oxbridge pun adalah golongan mampu.

BACA:  Ramadhan dan Mobil Jemputan Pak Presiden

Balik lagi ke Oxbridge, universitas terelit di Inggris ini ternyata didominasi oleh murid dari 5 sekolah. Jumlah murid yang berhasil lolos masuk Oxbridge dari lima sekolah tersebut, lebih banyak daripada total murid dari 2000 sekolah lainnya. Hebat tho …

Kelima sekolah tersebut adalah empat sekolah berbayar yaitu Eton, St. Paul’s Girl School, St. Paul’s Boys School, Westminster (keempatnya berlokasi di London), dan satu sekolah negeri yaitu Hill Road Sixth Form, Cambridge.

Berapa sih uang yang harus dibayarkan untuk masuk empat sekolah itu? Lumayan laah, sekitar £22,000 – £33,000 per tahunnya, atau sekitar 440 – 660 juta rupiah saja. Kalau masuknya dari kelas 7 dan keluar di kelas 12 misalnya, orang tua harus siap mengeluarkan duit minimal 2.5 miliar! Ckckck, harus ngumpulin berapa tahun gaji itu ya? (Emang kamuu, Ri, sampai pensiun juga ngga nutup gajimu. Hahaha).

Tentu ngga semua independent school semahal itu. King Edwards School di Birmingham misalnya, fee-nya ‘hanya’ £12,000 per tahun. Hehehe, tetap saja menguras kocek.

Keelitan Oxbridge ternyata tidak hanya dari sisi kekayaan, tetapi juga dari sisi etnis dan ras. Dari 2500 jumlah kursi yang tersedia setiap tahunnya di Oxford University, hanya sekitar 15% berasal dari etnis minoritas, dan kurang dari 3% berkulit hitam. Nggak seperti di Birmingham yang di setiap sudut kampus kita dengan mudah menemukan mahasiswa non bule, termasuk Indonesia Hasil gambar untuk smile icon . PM David Cameron yang alumni Oxford-pun sampai mengkritik ‘keelitan’ almamaternya itu.

BACA:  Lagu Baru Tulus dan Urat Lehermu, Dik...

Kesimpulannya, elitisme dunia pendidikan yang seringkali juga berbanding lurus dengan mahalnya harga yang harus dibayar, ternyata bisa terjadi di mana saja, bahkan di negara yang tergolong maju dan liberal seperti UK sekalipun. Dan demi alasan mempertahankan kualitas, universitas atau sekolah elit itupun seringkali enggan mengubah kebijakan penerimaan mahasiswa barunya.

‘The worst form of inequality is to try to make unequal things equal’ – Aristotle

Entahlah, elitisme mungkin memang tidak pernah bisa dihapuskan dari muka bumi ini, karena sejujurnya banyak dari kita juga memimpikannya. Termasuk saya.

Ari Kristiana
Latest posts by Ari Kristiana (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga