Menanti Kejutan di Akhir Lakon

Kenapa politik kerap sulit diukur lewat statistik dan angka-angka? Bahwa jika kamu punya organisasi relawan dengan anggota sekian ratus ribu orang, mesin politik yang mumpuni, duit yang cukup banyak, ditopang partai anu dan itu, dapat sokongan elit fulan dan oligarkh fulin, bukan berarti dengan mudah kamu bisa menang di sebuah pemilihan umum.

Politik pada akhirnya adalah soal bagaimana harapan dihidupkan, dan lalu bagaimana harapan itu dikelola menjadi sebuah kepercayaan. Itu sebabnya banyak kekecewaan datang ketika calon yang diunggulkan kandas, dan tokoh yang dibenci mendadak jadi populer. Apakah yang terbayang dalam pikiran seorang warga ketika dia mencoblos seorang calon gubernur di bilik suara? Beragam jenis survei dan polling kadang tak bisa menangkap yang bersemayam di lubuk hati paling dalam manusia, dan apa yang bergejolak di sana kadang “uncaptured” oleh angka-angka.

Politik memang lebih dekat dengan urusan persepsi, oleh urusan sentimen. Politik selalu rawan oleh bias, seperti halnya indra penglihatan yang bisa dimanipulasi sehingga mengira sebuah tongkat lurus di dalam air adalah tongkat yang bengkok. Itu sebabnya program yang bagus dan mendakik-dakik justru hanya jadi bahan gurauan, sementara seorang aktor politik yang bisa merumuskan “pikiran dan hati” warga justru mendadak menjadi pujaan.

BACA:  Jadi "Anak Desa" di Scientia Square Park

Pada umumnya, dalam politik praktis, orang jarang bersikap “reflektif”, dalam arti menghayati program, mengukur ini itu, kalkulasi rumit anggaran pajak, dan sebagainya. Hal yang “reflektif” tak akan menggerakan manusia yang terbenam dalam lautan sentimen dan emosi. Mereka hanya bergerak atau tergerakkan oleh sesuatu yang “refleksif”.

Berbeda dengan sikap reflektif, “refleksif” adalah respon cepat karena sebuah rangsangan. Seperti halnya lutut yang otomatis menendang ketika diberi rangsangan ketukan, maka orang akan hanyut lebih cepat oleh narasi-narasi, cerita-cerita, imaji-imaji, yang menyentuh atau pun yang mengaduk-aduk perasaan terdalam. Mereka akan cepat memberikan dukungan kepada seorang kandidat yang berasal dari warga biasa dan hendak melawan kekuatan luar biasa. Mereka senang ada kebaikan melawan kebatilan seperti halnya cerita silat tentang munculnya para jagoan.

Tapi cerita toh bisa juga diputarbalikkan. Itu sebabnya mengapa “hoax” mampu mengacaukan semua strategi dan desain politik para kandidat serius. Hoax adalah narasi negatif yang mengacaukan dengan dampak sama kuatnya dengan cerita-cerita lain.

Karena politik adalah sebuah cerita yang dipentaskan, maka kita tak perlu kaget dengan akhir sebuah lakon pemilihan. Layaknya sebuah lakon, pada bagian akhir ia pasti menyimpan kejutan. Selamat malam, dan bersiaplah untuk banyak kejutan.

BACA:  Mengapa Bahasa Indonesia Penting?

(versi asli artikel ini adalah status di FB Nezar Patria tanggal 17 Februari 2017, pkl. 22.08 WIB)

Nezar Patria
Latest posts by Nezar Patria (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga