Membaca Grup Whatsapp Keluarga Mayoritas Dokter di Masa Pandemi

Terlepas dari sudah begitu banyaknya korban virus ini, dan penuhnya pemakaman, masih saja ada orang yang menganggap ini virus biasa saja. Hujatan dan cacian netizen di medsos ia hadapi dengan tenang. Ia tetap berpegang teguh bahwa apa yang ia lakukan semata untuk membantu orang lain agar lebih paham tentang virus ini. 
 
Di masa awal pandemi, kekhawatiran akan keselamatan kerabat-kerabat saya yang bekerja setiap hari mempertaruhkan nyawa di kala pandemi ini juga diperparah dengan ketidaksiapan alat pelindung diri (APD) di rumah sakit masing-masing tempat mereka bekerja.
Kerabat saya dan rekan-rekan dokter lainnya harus putar otak sendiri bagaimana melindungi diri mereka ketika bekerja menyelamatkan nyawa orang dengan tidak melupakan keselamatan nyawa sendiri.
 
Salah satu doa saya yang paling kencang saya panjatkan untuk kakak kandung saya, Dyah Ayu Kartika Dewanti. Mbakyu saya ini adalah dokter spesialis THT yang juga menjadi petugas uji swab bagi pasien dan karyawan rumah sakit tempat dia bekerja di Yogyakarta. Dengan tanggung jawab itu, risikonya terpapar virus Covid-19 sangat tinggi. 
 
Ada masanya dulu kami rasanya tak berhenti berduka. Di grup Whatsapp (WA) keluarga besar saya, sudah tidak terhitung banyaknya berita lelayu yang berseliweran. Setiap hari, ketika membuka pesan WA, saya harus mempersiapkan diri untuk bersedih. Satu persatu rekan-rekan sejawat kerabat saya gugur melawan covid-19. Data dari Koalisi Warga Lapor Covid-19, sampai 9 Juli saja, sudah 1141 tenaga kesehatan yang meninggal dunia selama 16 bulan pandemi.
 
Dan bagi keluarga besar kami sendiri, kesedihan itu makin memuncak pada akhir bulan Juli lalu. Tepat tanggal 30 Juli 2021, pukul 21.25 WIB di RS Moewardi Surakarta, saya harus merelakan kepergian Pakdhe (paman, kakak bapak saya), Prof. Dr. dr. KRMT. Tedjo Danudjo Oepomo, SpOG-KFER atau yang akrab saya panggil om Danu. Beliau terpapar covid-19 dan sempat dirawat beberapa hari sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir. 
 
 
Kepergian Om Danu bukan hanya kesedihan bagi keluarga besar kami, namun juga bagi murid dan pasien-pasien yang pernah beliau tolong. Menurut cerita bapak saya, Om saya ini termasuk dokter spesialis kebidanan dan kandungan yang pasiennya berdatangan dari luar negeri. Beliau membantu banyak pasangan suami istri yang mengalami kesulitan hamil sehingga berhasil mempunyai anak. 
 
Kini pandemi memang belum berakhir.
Namun paling tidak, saya mengucap syukur keluarga saya yang berprofesi sebagai dokter sudah mendapat suntikan vaksin tiga kali. Saya terutama lega ketika melihat foto kedua orang tua saya yang sudah berusia kepala tujuh mendapat booster vaksin tersebut. Karena paling tidak saya tahu, satu lagi usaha keluarga saya untuk melawan virus ini sudah dilaksanakan.
 
Ibu saya ketika mendapat suntikan vaksin ketiga. Di foto paling atas, itu ayah saya yang juga mendapat booster vaksin.

Karena begitulah manusia. Hanya bisa berusaha dan berdoa. Hasil akhir tetap di tangan Yang Maha Kuasa. 

BACA:  "Orang Tak Berguna" di Dusun Bangunrejo
 
Semoga kita semua bisa melewati pandemi ini dengan tidak kurang suatu apa pun.
Nurina Malinda
Latest posts by Nurina Malinda (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga