Mata Kelapa, Mata Celana

Di belakang kami di kampung dulu pernah ada dua batang pohon kelapa. Satu pohon tumbuh dekat selokan kecil di belakang dapur, dan satu lagi tumbuh jauh ke belakang di dekat tembok pembatas dengan tanah . Keduanya tinggi menjulang. Kadang pelepahnya jatuh berdebam, dan di lain hari buahnya. Tapi tak sedikit pun kami khawatir meski halaman belakang itu adalah termasuk area bermain kami.

Sepanjang kami bermain berlarian, –alhamdulillah– belum pernah sekali pun kami tertimpa pelepah kering atau buah. Orang-orang tua kami di kampung percaya bahwa kelapa punya “mata”. Dia tak akan pernah jatuh menimpa orang di bawahnya. Aku sebenarnya lebih percaya bahwa itu soal beruntung atau tidak. Aku memang belum pernah mendengar ada orang yang tertimpa buah kelapa, tapi itu tidak lantas berarti buah kelapa punya mata.

Benar. Itu mungkin soal kita masih dijaga saja.

Aku punya celana andalan. Celana panjang hitam yang begitu sering aku pakai ke kantor. Dalam 5 hari kerja, biasanya aku pakai paling tidak 3 hari. Agak menjijikkan, memang. Soalnya model dan bahannya enak. Model kargo dengan bahan antara ripstop dan keeper. Sangat cocok untuk pekerja all-terrain sepertiku.

BACA:  Ambe' Korang, Pengukir Tau Tau Buku dari Rembon

Beberapa kali sobek, aku jahit kembali. Sejumlah tambalan dan tisikan sudah menghiasi. Dan tadi sore, dia menyerah minta ampun. Aku sedang melaksanakan ibadah shalat azar di mushalla kantor saat tiba-tiba aku mendengar suara seperti benda berderak. Itu baru sujud rakaat kedua, dan aku merasakan seperti ada hawa dingin menghantam bokongku.

Ah, celana andalanku itu sudah robek panjang di bagian pantat sampai ke tengah paha. Tak tertolong lagi.
Setelah mohon ampun karena harus membatalkan shalat, aku segera berlari minta izin kepada bosku, meraih sepeda dan pulang ke rumah untuk mengganti celana, yang untungnya tidak jauh dari kantor.

Di  sepanjang perjalanan bersepeda, sambil berusaha menutupi aurat dan rasa malu, aku berpikir betapa beruntungnya aku. Seharian tadi aku sempat keluar menemani teman procurement mencari tas ke Manggarai, bagaimana kalau celanaku sobek saat itu?

Ah, untungnya juga tadi aku shalat sendirian, tidak ada makmum. Bagaimana kalau sekretaris dan creative-creative yang cantik dari divisi sebelah itu ikut shalat berjamaah seperti biasa? Apa yang akan mereka katakan bila melihat pemandangan menakjubkan itu terjadi di depannya?

BACA:  Menjadi Ayah

Inilah, Nak. Beginilah cara Allah menjaga kita dari rasa sakit dan rasa malu, dan kita pun –dengan ilmu-Nya yang rahasia– dibuat percaya bahwa buah kelapa punya “mata”, dan begitu pun celana kargo. Mereka tahu kapan harus jatuh, kapan harus robek, yang tidak menyakiti kita.

Ini barangkali hanya hal sepele yang bisa kita ceritakan sambil cengengesan. Tapi tak terhitung juga banyaknya aib besar yang sekuat tenaga kita pendam agar tidak terbongkar, sehingga bisa tetap percaya diri seolah-olah kita adalah seorang model kancut Calvin Klein.

Fauzan Mukrim

Leave a Reply

Silakan dibaca juga