Keras Pada Diri Sendiri

img: freeimages.com

Yoga memutuskan bunuh diri. Dia menabrakkan dirinya ke kereta api yang sedang melaju kencang. Ada yang bilang dia sempat duduk di tepian rel, ada juga yang bilang dia langsung berbaring di rel begitu kereta mendekat. Yang pasti tubuhnya hancur, nyaris tak bisa dikenali lagi.

Yoga –yang akrab disapa Kebo– adalah ketua panitia Festival Musik Locstock 2 yang digelar di Yogyakarta 25 Mei 2013 lalu. Acara yang sedianya berjalan dua hari ini, akhirnya dihentikan di hari pertama. Festival yang menggadang-gadang sejumlah nama besar seperti Efek Rumah Kaca, Shaggy Dog, Ras Muhammad, Jogja Hip Hop Foundation, dan Navicula, berjalan kacau. Sponsor minim, dan pemasukan dari penjualan tiket tak bisa diharapkan karena hujan terus mengguyur sepanjang hari. Akhirnya hampir semua band tidak mendapat bayaran. Karena tidak jelasnya urusan pembayaran ini, sejumlah band dan penampil seperti Koil, Shaggy Dog, dan Ras Muhammad membatalkan naik panggung.

Salah satu nama besar yang tetap memutuskan tampil adalah Navicula. Band grunge asal Bali ini mengesampingkan honor dan memilih terus menghibur penonton yang sudah datang.

Lalu berhembus isu, festival kacau karena Yoga sang ketua panitia melarikan uang honor. Seperti biasa kawanan yang gampang panas, bullying di media sosial –terutama twitter– segera menyebar. Yoga dicaci maki. Hanya ada beberapa kawan yang tetap berprasangka baik dan membelanya.

“Perlu diketahui, sesungguhnya Kebo tidak melarikan uang seperti banyak dituduhkan di twitter, karena sesungguhnya memang tidak ada uangnya. Kebo menggunakan uang dari event Astra Honda di tanggal 28 Mei untuk menutupi event Lockstock yang digadang-gadang oleh Kebo mampu menjadi representasi dan penanda pergerakan musik independen di Yogyakarta pada tgl 25 dan 26 Mei itu. Tapi uang itu tidak cukup, juga running penjualan tiket tidak seperti yang diharapkan karena hujan deras mengguyur venue semalaman. Dua panggung utama tidak bisa beroperasi. Penonton tidak seperti yang diharapkan. Selanjutnya bisa ditebak…” tulis Marzuki “Kill The DJ” Mohammad, pendiri Jogja Hip Hop Foundation (JHF) yang juga penasihat Locstock di blog pribadinya, killtheblog.com.

Ya. selanjutnya bisa ditebak. Yoga terpuruk dan memutuskan mengakhiri hidupnya di moncong kereta api.

Peristiwa bunuh diri Yoga –apapun sebabnya– menyentak banyak orang. Sebagian menyesalkan dan sebagian lagi mencoba memahami. Tanggal 26 Mei, menanggapi percakapan di Twitter, Navicula menulis: “Tidak akan pernah ada penjelasan yang pasti tentang kenapa seseorang mengakhiri hidupnya. Kita sama-sama belajar untuk keras pada diri sendiri dan lemah lembut pada orang lain…”


Tak bermaksud menghakimi pilihan jalan orang lain, namun mudah-mudahan, sampai kapan pun, kita tidak akan bersepakat pada jalan “bunuh diri” ini. Namun benar kata Navicula, peristiwa ini, betapapun pahitnya, telah mengingatkan kita yang tetap bertahan hidup tentang “belajar keras pada diri sendiri.”

Keras pada diri sendiri. Sudah sering aku mendengar kalimat ini diucapkan. Suatu kali aku pernah menghadiri sesi motivasi Andrie Wongso yang diadakan oleh kantorku, dan kalimat semacam ini pun menjadi andalannya. “Bila engkau keras kepada diri sendiri, maka dunia akan melunak kepadamu. Bila engkau lunak kepada diri sendiri, maka dunia akan keras kepadamu.” Begitu kata Andrie Wongso yang menyebut dirinya motivator nomor 1 di Indonesia.
Awalnya aku hanya memahaminya sebagai sebuah upaya untuk terus bekerja tak kenal lelah, hingga akhirnya Navicula memberi makna baru ketika menyematkannya dalam konteks lain. Barangkali seperti orang Jepang yang melakukan harakiri.

Dan benarlah, Nak, bahwa sungguh banyak yang tidak kita pahami di dunia ini, sampai kemudian kita bersedia diam dan merasa diri sebagai botol kosong.

Kemarin, saat menemanimu mencari buku di Gramedia, pikiran tentang keras pada diri sendiri ini terus menghantuiku. Sudahkah aku keras pada diri sendiri? Sudahkah aku lembut pada orang lain? Sudahkah aku keras pada diri sendiri dan lembut kepada orang lain?

Di Gramedia, tak lama setelah menemukan buku “Thomas And Friends” yang kamu cari, kamu bilang lapar dan kami pun membawamu ke Ah Mei. Kamu ingin makan nasi goreng. Restoran Ah Mei terletak di bagian lain mal. Kita sempat berputar-putar sebentar sebelum akhirnya benar-benar singgah di Ah Mei.

Hanya kamu dan ibumu yang makan, aku tidak, karena rencananya diet. Di tengah-tengah kamu makan, ibumu bilang kepadaku, “Yah, kalau masih mau nyari buku, lanjut aja. But don’t tell him. Bilang aja mau ke bawah.” Begitu kata ibumu, sebab bila tahu aku mau balik ke Gramedia, kamu pasti ingin ikut lagi dan makanmu bisa jadi berantakan.

Maka aku pun pamit padamu. “River, ayah ke bawah dulu ya, Nak. River makan sama Mama dulu ya…”
Kamu mengangguk tanda setuju. Dan aku pun beranjak meninggalkan kalian berdua di restoran itu.

Keluar dari Ah Mei, mataku segera terpaku pada sebuah tulisan di ujung sana. Rupanya Gramedia bukan berada di lantai bawah melainkan di lantai yang sama dengan Ah Mei. Barangkali karena tadi sempat berputar-putar maka kami jadi merasa seolah-olah Gramedia ada di lantai bawah.

Semakin dekat, aku mengingat pamitku tadi kepadamu. Aku bilang mau ke bawah padahal aku tidak ke bawah. Lalu entah kenapa kalimat “keras pada diri sendiri” itu tiba-tiba terngiang lagi.

Bukan kisah orang yang menabrakkan diri ke kereta atau mereka yang melakukan harakiri. Aku ingat kisah orang yang menangis seumur hidup karena merasa berdosa setelah tak sengaja mengambil tanah milik tetangganya untuk campuran plester dinding rumahnya. Aku ingat kisah seorang pemuda yang menelusuri sungai hingga ke hulu untuk mencari pemilik kebun apel yang hanyut dan terlanjur dia makan. Mereka orang-orang yang sebenar-benarnya keras kepada diri sendiri dengan cara masing-masing.

Adapun aku, tak pernah terpikir untuk seperti mereka. Tapi sungguh, Nak, upaya untuk keras kepada diri sendiri itu, selain sulit, juga akan membuatmu tampak aneh.

Seperti aku yang akhirnya turun lagi ke lantai ke bawah untuk kemudian naik lagi dengan tangga escalator lain ke lantai yang sama ke Gramedia. Demi untuk menepati ucapanku tadi bahwa aku ke bawah.

Aku sudah pasti sering berbohong, tapi berbohong kepada anak dan istriku adalah hal yang sebisa mungkin aku hindari. Dan dengan begitu, untuk pertama kalinya, perkara ringan naik turun tangga escalator itu membuatku merasa telah keras pada diri sendiri.

Mudah-mudahan tidak ada yang melihatku dan menganggapku orang tolol.

Fauzan Mukrim: