Itu Apa?

Perayaan dimulai tepat tengah malam. Lilin dinyalakan. Tamu-tamu undangan juga sudah hadir. Ada Sapi Godek berdiri paling pinggir, berjajar di sebelahnya ada Doraemon, Lofty The Great, dan Number 3. Sapi Godek dan Number 3 kali ini kalem benar. Mungkin berharap dapat potongan kue pertama, jadi mereka jaga sikap. Lalu mengalunlah lagu ulangtahun: Cleopatra Stratan menyanyikan Ghita dan Zunea Zunea kemudian disusul Welcome To The Black Parade yang dimainkan dengan sangat syahdu oleh My Chemical Romance.

Rada-rada konyol. Tapi tak apalah. Toh ada berapa orang sih yang ingat ulangtahun pertamanya. Kau pun mungkin tak akan tahu andai tak aku tulis begini.

Inilah perayaan ulangtahun pertamamu menurut kalender miladiah, Nak. Tak ada keramaian. Hanya doa-doa pendek saja, menyambung doa-doa yang sudah mulai dilangitkan sejak beberapa hari lalu. Yaitu ketika kau berusia setahun menurut versi kalender Hijriah. Hari ini untuk melengkapinya saja. Sebagai penanda Bumi yang kau pijak ini sudah membawamu satu putaran penuh mengelilingi matahari.

Sudah setahun usiamu kini. Sudah setahun kau melengkapi kebahagiaan kami. Kami tak khawatir meskipun kau belum lancar berjalan. Baru bisa berdiri sambil joget-joget. Anak-anak lain katanya sudah bisa kejar-kejaran di umur segitu. Tak mengapa. Toh hidup bukan lomba lari. Suatu kali aku pernah berjalan di belakang seseorang. Dia pakai t-shirt hitam yang bertuliskan petikan puisi Emha Ainun Nadjib:

tak ada apa-apa yang penting
dalam hidup yang cuma sejenak ini
kecuali berlomba lari
untuk melihat telapak kaki siapa
yang paling dulu menginjak
halaman rumah-Mu.

BACA:  Oleh-oleh Ayah

Oala, Nak, rupanya itulah lomba lari yang sebenarnya. Semoga Allah yang Maha Bijak selalu mengampuni kita yang sering berlomba lari di lintasan yang salah.
Meski begitu, Nak, kami senang juga dengan kemajuanmu sejauh ini. Kamu doyan ngoceh. Sudah sejak beberapa bulan lalu, kamu rajin menunjuk-nunjuk sambil mengucapkan sesuatu. Mungkin maksudmu lain, tapi di telinga kami selalu terdengar seperti “Itu apa?”
“Itu apa?” tanyamu sambil menunjuk kucing.
“Itu apa?” tanyamu sambil menunjuk kipas angin.
“Itu apa?” tanyamu sambil menunjuk rak buku.
Selalu kami jawab beberapa kali pun kamu mengulang bertanya, seperti halnya setiap masuk kamar dan ibumu menyalakan AC kamu pasti bertanya. Repetisi yang sungguh menyenangkan bagi kami. Kata orang kamu mewarisi naluri jurnalisme dari orangtuamu. Baguslah.

Kamu juga mulai menunjukkan kesukaanmu pada buku dan majalah, meski baru sampai pada taraf merobek-robek. Itulah sebabnya di ulangtahun pertama ini kami menghadiahimu 20 seri komik edutainmen “Aku Suka Belajar”, ditambah satu hadiah diam-diam dariku: komik grafis V for Vendetta edisi Indonesia. Mudah-mudahan kamu suka.

Itu apa? Inilah sekarang yang kamu bisa. Insya Allah, tambah tahun, pertanyaaanmu akan semakin berkembang. Besok-besok kamu mungkin akan bertanya “Itu kenapa?”.
Siapkan dirimu, Nak. Karena akan banyak kenapa yang harus kita cari jawabnya bersama.

Belakangan ini, ada banyak kejadian yang –jangankan kamu– aku pun tak mengerti kenapa. Di Cikeusik, orang-orang Ahmadiyah diserang dengan brutal. Soal keyakinan, katanya. Ada sekelompok orang yang merasa keberadaan Ahmadiyah mengganggu ketenteraman ibadah mereka, sehingga perlu diberantas. Terlepas dari benar salahnya, gambar yang beredar di youtube itu sadis banget. Tak habis pikir kita kalau yang melakukannya adalah saudara sendiri, saudara seiman katanya. Entah Muhammad mana yang mereka ikuti. Muhammad yang kita ikuti, Nak, adalah yang mengajarkan kebaikan dan kelembutan. Yang mewajibkan kita minta izin bahkan untuk sekadar masuk melewati pagar rumah orang lain. Tak pernah junjungan kita yang mulia itu menyuruh kita untuk menyakiti orang lain hanya karena beda bendapat.

BACA:  Menonton Artis Ibukota

Di Temanggung, ada gereja dibakar. Miris hati ini, Nak. Siapa pun yang tega membakar tempat ibadah orang lain pasti mengidap waham merasa punya tiket terusan ke surga. Jika bukan kekeliruan, ini sudah pasti adalah ilusi manusia yang paling fatal.

Bertambah tua kita, semakin banyak hal yang tak bisa kita pahami. Semakin banyak kita bertanya “Itu kenapa?”. Selama hidupku sejauh ini, setidaknya cukup hitungan jari satu tangan aku melihat kekerasan terjadi di depan mata. Kebanyakan karena –menurutku– kita keliru menafsirkan perintah agama. Aku pernah hampir dipukuli karena mau berlagak pahlawan mencoba menolong orang yang dihakimi massa. Kasihan aku melihat giginya ambrol dihantam balok. Pada sebuah kerusuhan SARA yang aku saksikan sendiri, seorang temanku saking putus asanya sampai-sampai berkata sambil menangis, “Saya malu punya agama.”

Inilah kita, Nak. Mahluk daif yang seringkali ngotot untuk memaksakan kebenaran pikiran sendiri. Kita sering terjebak untuk menghakimi atau bahkan menyakiti orang lain hanya karena kita merasa mereka tidak tahu apa yang kita tahu.

Padahal Allah SWT sendiri bersumpah. Dia yang Maha Kuasa bersumpah demi Masa. Al Ashr. Bahwa kita manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Kecuali orang-orang yang saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.
Tausiyah bi al-haq wa bi al-shabr. Demi Allah, siapa pun yang menasihati saudaranya tanpa kesabaran hati, niscaya tergolonglah dia sebagai orang-orang yang merugi.

BACA:  Demikian Adanya

Selamat ulangtahun, anakku River. Jadilah jawaban doa-doa kami.

Fauzan Mukrim
Latest posts by Fauzan Mukrim (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga