Hanya Kabar Baik

Hanya kabar baik - The River Post

Berapa rata-rata keping informasi yang kita terima setiap hari?

Bangun pagi lalu mengecek Twitter, Facebook, Path, YouTube, berselancar di portal berita online tapi sedikit sangsi dengan beritanya sehingga kita tetap membaca koran cetak yang konon hampir senjakala, bikin kopi sambil baca keterangan di bungkusnya, nongkrong di teras dan kebetulan Pak RT lewat menyampaikan hasil rapat kompleks perumahan di mana kita absen tadi malam, dan seterusnya, dan seterusnya, sampai malam kita berangkat tidur lagi.

Dengan keseharian seperti itu, ada pakar yang yang bilang, keping informasi yang bisa kita terima sekitar 600.000, tapi ada juga yang bilang sekitar 60.000, dan bisa jadi 6.000. Pakar memang kebanyakan senang angka enam. (Pernah dengar six degree of separation? Nah itu salah satu contohnya ☺)

Tapi, mari lupakan angka enam-enam itu. Yang lebih penting untuk kita sadari adalah, dari berapa pun jumlahnya itu, berapa informasi yang benar-benar kita butuhkan? Dan dari yang kita butuhkan itu, berapa jumlahnya yang melewati “saringan Socrates”: benar, baik, dan berguna? Jangan-jangan setengahnya hoax, buruk, dan tak berguna.

Sebagai pekerja media, saya pun sering merasa kewalahan dengan informasi yang masuk ke kepala. Tapi mau diapa lagi, jalan nafkahnya sudah begitu. Jadilah kadang-kadang saya sengaja mengisolasi diri agar tetap “waras”. Sehingga pernah beberapa waktu lamanya, pesawat TV di rumah saya sengaja sediakan ukuran yang paling kecil dan buram gambarnya. Sekadar usaha sadar untuk membatasi informasi. Sampai kemudian anak saya, River, protes karena kesulitan menonton kartun kegemarannya.

BACA:  Dia yang Kau Panggil Mama

Ok. Mari kita pindah ke topik lain. Dulu saya punya blog. Blog pribadi yang isinya cerita-cerita apa saja untuk si River. Waktu saya mulai bikin blog itu, si River masih di dalam perut ibunya. Blog itu banyak membantu saya merekam peristiwa dan pemikiran saat menunggu si River lahir. Alhamdulillah, si River sekarang sudah mau masuk SD.

Seiring semakin besarnya River, saya lebih senang berbicara langsung kepadanya. Menulis pun jarang. Sesekali kalau ingin, saya menulis di FB. Blog yang beralamat di riversnote.blogspot.com itu pun terbengkalai.

Lalu muncul ide untuk menjadikan blog itu sebagai blog “keroyokan”, di mana siapa pun bisa menulis dan menyebarkan ide-ide tentang kebaikan. Maka betapa pun saya dan “River’s Note” memiliki ikatan yang sangat mendalam, saya memutuskan untuk menyelesaikannya.

Tak perlu banyak dramatisasi. Saya menutup River’s Note dan memulai The River Post. (Tapi jangan khawatir, tulisan khas River’s Note akan tetap hadir di salah satu rubrik di The River Post ☺)

Oya, The River Post ini saya kelola bersama istri saya Desanti Sarah, dengan dukungan penuh dari seorang sahabat yang tak ingin disebutkan namanya. Desanti yang mantan reporter TV swasta itu berjanji akan rutin menulis mengenai tema-tema wanita dan keseharian sebagaimana ia dan ibu-ibu lain di seluruh dunia alami sebagai mahmud (mamah muda) di zaman digital.

BACA:  Bertamu

Dan sebagai penanda bahwa kami akan berubah, saya mengundang sahabat-sahabat saya untuk menulis di The River Post. Untuk awal, lima orang sahabat (tiga di antaranya belum pernah bertemu muka ☺) akan menyumbangkan tulisan keren mereka. Satu-satu dulu, katanya, takutnya nanti saya ketagihan. Mereka adalah (sesuai abjad): Achmad Sulfikar, Helman Taofani, Iqbal Aji Daryono, Jihan Davincka, dan Tomi Lebang.

Sahabat-sahabat yang lain yang mau menyusul, dengan senang hati saya tunggu kabarnya di theriverpost@gmail.com.

Semoga sahabat-sahabat semua, baik yang menulis maupun yang membaca, senang belaka. Karena, iya, ini semacam upaya sederhana untuk membawa kabar baik. Hanya kabar baik.

“I wish I was a messenger and all the news was good…”
—Wishlist, Pearl Jam—

Salam,

Fauzan Mukrim

Fauzan Mukrim
Latest posts by Fauzan Mukrim (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga