#dearRiver
Nak, tiga malam lalu saya merasa tidak enak bodi. Kepala berat, bibir pecah-pecah, susah buang air besar (eh, itu iklan obat sariawan ya 🙂). Intinya, seperti mau sakit.
Ibumu lalu berinisiatif mengajak mencari susu jahe. Susu jahe ini biasanya mempan melawan penyakit dunia ketiga seperti masuk angin dan variannya.
Lalu meluncurlah kita bertiga ke tukang susu jahe langganan. Sayangnya, kita kehabisan. Lalu kita berpindah ke tukang susu jahe lain di dekat apotek Kalbe Farma. Yang jual ibu-ibu, pakai gerobak dan terpencil. Saya bahkan baru tahu ada yang jualan susu jahe di situ.
Kita beli 5 gelas, 2 buat saya dan ibumu, 3 lagi buat satpam kompleks. Kamu tidak kebagian karena kamu tidak suka pedes.
Sayangnya begitu diminum di rumah, ternyata berbeda dengan susu jahe yang biasa kita beli. Ini pahit. Terlalu pahit, malah. Ibumu tidak meminumnya sama sekali, saya meminum seperempat, dan entah apa yang dilakukan oleh satpam kompleks kita. Kami berencana besok mau minta maaf ke mereka karena memberikan sesuatu yang tidak enak. Tapi tidak jadi, karena yang jaga gerbang sudah ganti shift.
Besok malamnya lagi, karena belum kesampaian, kita masih mengagendakan membeli susu jahe lagi.
“Jangan beli di tempat kemarin, Ma,” kata saya.
“Justru harusnya kita ke situ lagi,” kata ibumu.
“Lha kenapa? Kan pahit yang kemarin itu.”
“Barangkali si ibu penjualnya salah beli jahe. Harus ada yang ngasih tahu kalau susu jahenya tidak enak. Supaya dia tahu di mana salahnya. Kasian kalau semua orang berpikiran kayak kita dan tidak mau membeli lagi sama dia.”
Kira-kira begitu obrolannya, Nak. Dan sekali lagi saya merasa bersyukur. Bukan hanya karena ibumu punya online shop (River’s Corner) sendiri sehingga berkesempatan merawat saya yang sakit selama dua hari ini, tapi juga karena dia -dengan naluri perempuannya yang mengagumkan- selalu menjadi pusat pencerahan dan kebahagiaan di kosmos kecil kita.
- Khotbah di Atas Bukit - 10/10/2024
- Siapa Duluan? - 02/10/2024
- Dave - 26/11/2023