Setelah Thomas Alva Edison mengaku menemukan sebuah bola kaca yang bisa menyala, ia lalu menyediakan kereta api dan mengundang orang-orang untuk datang ke bengkelnya di New Jersey. Edison yang sebelumnya telah menemukan banyak piranti –di antaranya gramofon dan mesin telegraf- ingin membuktikan dirinya sebagai seorang penemu yang serba bisa. Tapi, sesungguhnya Edison hanya melanjutkan sebuah invensi besar yang telah bermula sejak awal abad ke-19, saat Alessandro Volta menemukan “tumpukan volta”.
Kalender menunjukkan tahun 1879 saat itu, dan Edison mengumumkan dirinya telah menemukan lampu pijar. Sayangnya lampu yang dibuat dengan menggunakan elemen platina itu tidak bisa bertahan lama. Tak ada yang bisa mencapai bilangan hari, bola lampu itu putus tak lama setelah dinyalakan. Orang-orang, saat itu, tak ada juga yang percaya barang ini bisa dijual.
Dua belas tahun setelahnya, sepasang ayah dan anak di Eindhoven, Belanda, membuat sebuah perusahaan kecil yang mereka beri nama Philips & Co. Berselang beberapa tahun, satu anak lagi bergabung dan memperkuat perusahaan. Frederik Philips bersama kedua anaknya, Gerard dan Anton Philips memulai sebuah inovasi tiada henti untuk menerangi dunia, dalam arti kiasan dan harafiah.
Dua bersaudara Philips ini merevolusi pembuatan bola lampu atau bohlam pijar dengan memisahkan elemen api dari udara, sesuatu yang sebelumnya berkali-kali gagal dilakukan penghulunya, Thomas Alva Edison. Alih-alih menggunakan filamen platina, Philips memulai produksi bohlam pijarnya dengan menggunakan filamen karbon. Filamen adalah semacam untaian logam yang diletakkan di antara dua kutub beda potensial dalam tabung hampa udara. Saat listrik dialirkan, percik-percik api akan timbul dari lompatan elektron, membakar filamen karbon. Dan setelahnya, kita tahu, muncullah cahaya.
Dengan dasar inovasi yang sama, Gerard dan Anton Philips pada tahun 1918 memperkenalkan tabung X-Ray untuk kepentingan medis, yang jejak-jejaknya masih ada hingga sekarang. Dari bengkel kecilnya di Eindhoven, Gerard dan Anton tak hanya mewariskan rangkaian produk, tapi juga semangat inovasi. Pewaris-pewaris dua bersaudara inilah yang di kemudian hari mencetuskan ide memanfaatkan teknologi light emiting diode (LED) sebagai sumber cahaya. Dengan inovasi ini, energi pun bisa dihemat hingga mencapai 75 persen dari konsumsi energi perangkat konvensional.
Bermula dari “api mikro” Gerard dan Anton Philips, dunia pun mengenal pesawat TV, kaset audio, cakram padat, hingga pendar-pendar cahaya indah di Jembatan Pasupati yang baru saja dinikmati sejumlah pemimpin dunia yang sedang berkoferensi Asia Afrika di Bandung.
Sumber tulisan:
(Tulisan pendek ini diikutsertakan dalam “Holland Writing Competition 2015 – http://hwc2015.nvo.or.id/)
Latest posts by Fauzan Mukrim (see all)
- Khotbah di Atas Bukit - 10/10/2024
- Siapa Duluan? - 02/10/2024
- Dave - 26/11/2023