Pilihlah jawaban yang tepat. Siapakah pencipta angka 0?
(a). Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi
(b). Al Kindi
(c). Al Biruni
(d). Omar Khayyam
Jawaban yang benar … tidak ada dalam pilihan di atas! Banyak yang salah mengira (termasuk koran Republika dalam salah satu artikelnya) bahwa (a) adalah jawabannya. Mari kita lihat kenapa.
Konsep angka nol pertama kali diciptakan oleh Bangsa Sumeria dari lembah Mesopotamia (sekarang Irak) sekitar 5000 tahun yang lalu yang diteruskan oleh Bangsa Babilonia. Secara terpisah, Bangsa Maya menciptakan konsep serupa sekitar 600 tahun kemudian. Namun angka 0 sebagai bilangan yang bisa berdiri sendiri yang bisa terkena operasi dengan bilangan lainnya (bahwa 1+0=1, 0/1=0, 1-1=0, 1*0=0, dst) baru diciptakan tahun 628 oleh Brahmagupta dari India. Waktu itu angka 0 sudah dituliskan sebagai lingkaran kecil serta titik. Dalam Bahasa Sansekerta, angka 0 disebut sunya (kosong, hampa).
Ketika buku-buku matematika India kuno sampai ke tangan para ilmuwan di Baitul Hikmah, lembaga penelitian era Khilafah Abbasiyah di Baghdad, Al-Khwarizmi (matematikawan Persia) menerjemahkan sunya menjadi sifr (shad-fa’-ra’, kosong) dengan simbol lingkaran kecil. Bulan Safar dalam penanggalan Arab berasal dari kata yang sama yang juga berarti ‘kosong’ karena pada bulan itu rumah-rumah kosong ditinggalkan pemiliknya pergi berperang setelah keharaman perang selama satu bulan sebelumnya (bulan Muharram, yang merupakan salah satu bulan suci). Setelah karya ilmuwan-ilmuwan Muslim masuk ke Eropa lewat Spanyol, sifr ditransliterasi oleh Fibonacci menjadi zephyrum, yang kemudian ditransliterasi menjadi zefiro oleh orang-orang Italia dan akhirnya menjadi zero dalam bahasa Venesia hingga masuk ke Inggris sekitar tahun 1500-an. Karena itu Al-Khwarizmi lebih tepat kita sebut sebagai Bapak kata ‘zero’ dan sistem bilangan Hindu 0-9 yang dikembangkan oleh Al-Khwarizmi inilah yang sekarang dikenal sebagai sistem bilangan Hindu-Arab.
Di awal penyebarannya di Eropa, orang-orang menolak sistem bilangan Hindu-Arab, terutama angka 0, dan menyebutnya ‘bilangan kafir’! Selain karena permusuhan Islam-Kristen yang memuncak dengan Perang Salibnya, mereka menolak 0 karena ‘kosong’ itu tidak mungkin sebab Tuhan Mahaada. Ingat bahwa Eropa waktu itu menggunakan sistem Romawi yang tidak mengenal 0 (I = 1, V = 5, X = 10, L = 50, C = 100, D = 500, M = 1000). Adalah matematikawan Gerbert of Aurillac yang di kemudian hari menjadi Sri Paus Sylvester II yang berjasa membuat sistem Hindu-Arab diterima di masyarakat dan gereja-gereja Eropa, walau sampai akhir hayatnya ia dicap sebagai “penyihir dan penyembah setan” karena kekagumannya kepada sistem bilangan itu.
Mengingat perjalanan panjang sejarah angka 0 (dari Sumeria dan Babilonia di Mesopotamia hingga ke Khilafah Abbasiyah di Irak dan Syria), miris sekali melihat negeri yang penuh kegemilangan masa lalu itu sekarang menjadi negeri penuh konflik. Korban berjatuhan sudah menuju tak berhingga.
Mari kita tundukkan kepala, memanjatkan doa agar segera selesai segala ujian mereka. Semoga doa-doa kita bisa menjadi seperti angka 0: angka yang telah mengubah dunia!