Beras

Sejak kecil, Mama selalu mengajari kami, tujuh anaknya, untuk tidak pernah membuang makanan walaupun satu butir nasi.

“Nanti nasinya nangis kalau tidak dimakan. Habiskan ya makanannya…”

Ajaran sederhana itu terbawa sampai sekarang, tertanam dalam kebiasaan sehari-hari. Dan kami pun berusaha menanamkannya pada River, anak kami.

Lain keluargaku, lain pula cara keluarga suamiku menghargai butiran beras. Ia pernah bercerita, jika di pasar atau di warung, ibunya selalu mengingatkan untuk menjaga jarak dengan wadah penjual beras. Anak-anaknya tak boleh menyentuh beras yang selalu menarik hati anak kecil untuk mengacak-acaknya.

“Aja’, Nak. Mancaji tellolang ammekku matu’,” begitu selalu kata ibunya, yang dalam bahasa Indonesia berarti: “Jangan, Nak, nanti kamu jadi pencuri….”

Awalnya ia pikir larangan itu hanya sekadar mitos pamali bahwa orang yang senang memainkan beras akan jadi pencuri di kemudian hari. Meski begitu, sampai sekarang, sampai ia besar, ia tak berani menyentuh beras yang dijajakan bahkan sekadar untuk membandingkan bulir-bulirnya. Ia lebih senang menunggu sampai benar-benar sudah dibayar….

Tapi kepada anak kami, River, kami belum sepenuhnya meneruskan ajaran itu. Kami masih membiarkannya bermain-main dengan beras bila ia ikut ke pasar. Ia selalu terlihat senang. Kami hanya perlu memastikan setelah itu tangannya bersih. Karena sesungguhnya itulah yang diajarkan oleh ibu mertuaku.  Jangan ada sesuatu yang menempel padamu yang bukan hakmu, sekalipun itu hanya berwujud sebutir beras.

BACA:  Ibu Mau Naik Haji

Kami hanya berharap, pada saatnya nanti, anak-anak kami akan mengerti bila seolah-olah kami menghalangi kesenangannya. Mewariskan ajaran kebaikan lintas generasi bukanlah hal mudah. Relevan bagi kami, belum tentu relevan bagi-bagi anak-anak kami nanti. Tugas kami adalah untuk mengutak-atik kata dan pesan supaya mudah mereka mengerti. Sebagai orang tua kami pun terus belajar, pada anak sekaligus guru kehidupan kami. Belajar memahami zamannya, belajar memahami cara pandangnya.

Satu hal yang kami yakini, zaman boleh saja berganti, namun pelajaran dari satu butir beras tidak akan pernah usang. Ia akan selalu sama: Jangan disia-siakan bila itu hakmu, dan jangan diambil bila bukan hakmu.

(dst/mfm-ed)

Desanti Sarah

Leave a Reply

Silakan dibaca juga