Tetanggaku Inspirasiku

Artikel ke [part not set] dari 42 artikel dalam Topik : Lomba Menggunjing Tetangga 2016

lomba menggunjing tetangga-final1


Desaku merupakan bagian dari wilayah Kediri. Terletak di pinggiran raya, yakni jalan penghubung bus arah Tulungagung menuju Surabaya maupun sebaliknya. desaku adalah Desa Bangsongan. Konon katanya nama tersebut berasal dari kata “bangsong” yang artinya bebek. Yup, jaman dahulu mayoritas warga desaku adalah petani sekaligus peternak bangsong alias bebek.

Rumahku berada di wilayah bagian barat desa Bangsongan. Namanya juga wilayah desa, masih banyak lahan kosong yang digunakan sebagai perkebunan kecil di belakang masing-masing rumah warga, termasuk rumahku. Kebun belakang rumah merupakan lahan tempatku bermain semasa kecil. Fiana adalah teman sekaligus sahabatku sejak kecil. Kami bermain bersama di kebun, memetik dedaunan dan pisang yang belum matang sebagai ajang imajinasi hidup berumah tangga.

Rumah Fiana hanya berjarak dua rumah dari rumahku. Aku dan Fiana sama-sama berasal dari keluarga menengah ke bawah. Meski demikian, kita bukanlah orang yang menyerah pada keadaan. Kita memiliki tujuan yang sama yakni untuk terus melangkah maju mengangkat derajat keluarga. Uang bukanlah prioritas, namun hidup menjadi orang sukses merupakan tujuan.

Salut, sama seorang ibu yang telah melahirkan Fiana. Ibunya bernama lengkap Iyem Parinah, biasa dipanggil Mbak Yem. Mbak Yem memiliki tiga orang anak yang keseluruhan adalah perempuan. Kisah hidup mbak Yem bagai gelombang air laut yang geraknya pasang surut. Ada beberapa warga yang resah karena mbak Yem sering hutang di toko karena krisis ekonomi. Mbak Yem adalah seorang ibu yang tegar, beliau kerja pagi hingga malam demi ketiga putrinya. Menjadi seorang sales, pedagang sayur, bahkan kondektur bus pernah dilakoninya. Prioritas utama beliau adalah pendidikan untuk ketiga anaknya. Oleh karena itu, beliau tak akan pelit uang untuk biaya apapun demi anaknya, sekalipun hutang menumpuk di sana sini.

BACA:  Kang Mas’ud, Langkah Pejuang Difabel dari Pelosok Desa hingga Negeri Sakura

Jika ditanya mengenai ayah Fiana, aku agak bingung. Sosok ayah Fiana tak banyak aku kenal karena beliau jarang berada di rumah. Beliau selalu pamit keluar untuk bekerja, namun tak tahu kerja apa.

Fiana merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak Fiana menjadi lulusan terbaik jurusan keperawatan di salah satu institut swasta di kota Kediri. Dapat dibayangkan, berapa uang yang dikeluarkan untuk biaya perguruan tinggi swasta. Nah, itu salah satu bukti beliau sangat menjunjung tinggi cita-cita putrinya. Sedangkan Fiana, dia selalu mampu menembus ellite di Kediri berkat prestasinya. Ibunya selalu berusaha untuk memohon surat keterangan miskin ke balai desa untuk biaya bantuan operasional sekolah.

Setelah Fiana lulus dari SMA terbaik di Kediri, Fiana melanjutkan ke perguruan tinggi negeri di Jember dengan jurusan Kedokteran Umum. Tak hanya itu, berkat doa dan usaha Fiana mendapatkan beasiswa bidikmisi. Sehingga gratis hingga lulus S1. Adik Fiana kini duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Dia memiliki semangat yang tak kalah dengan kedua kakaknya. Selalu rajin belajar dan terus berupaya meraih prestasi. Demikian seputar kisah sahabat kecilku dan mbak Yem ibunya.

BACA:  Tetanggaku Selebriti TV

Sekarang kita beralih ke beda RT. Berawal dari masa kecilku mengaji di sebuah TPQ Desa Bangsongan, aku mengenal seorang perempuan yang usianya sudah dikatakan setara dengan nenek. Beliau tinggal di RT sebelah. Aku memanggilnya mbah Sutijah. Di masa tua, beliau terketuk pintu hatinya untuk belajar mengaji. Beliau menyesali masa mudanya yang telah hilang sia-sia karena belum belajar mengaji. malu, beliau mengatakan padaku “nak, ajari mbah ya kalau salah tolong dibenerin”. Dengan terpatah-patah beliau melafalkan tiap huruf bacaan Al-Qur'an.

Usia bukanlah batasan seseorang untuk mencari ilmu. Siapapun kita, apapun tingkat pendidikan kita tetaplah harus terus haus akan ilmu. Karena harta yang akan terus mengalir dan tidak akan habis adalah ilmu. Seperti hadits yang menyatakan bahwa “tuntutlah ilmu sampai ke liang lahat”. Artinya kita harus terus menimba ilmu hingga Tuhan mengambil nyawa kita.

Demikianlah kisah inspiratif dari tetangga desaku. Karena manusia hanyalah makhluk biasa, maka tugas kita adalah mengingatkan bukan menyalahkan. Semoga kisah tetanggaku dapat menjadi tokoh inspirator yang mampu menginspirasi dan menegapkan setiap langkah kita dikala kita sedang berada diposisi terbawah sekalipun.

BACA:  Belajar Arti Kehidupan

 

===

 

Penulis:

Nuril Farikha Fitri

FB : Nuril Farikha Fitri

Twitter: @nuril_farikha

 

–Artikel ini diikutsertakan dalam yang diselenggarakan oleh The River Post – Berbagi Hanya yang Baik

Artikel dalam Topik Ini :

Leave a Reply

Silakan dibaca juga