Erna, Sang Pendekar Lingkungan

Artikel ke [part not set] dari 42 artikel dalam Topik : Lomba Menggunjing Tetangga 2016

Namanya cukup panjang. Erna Trimartono. Tetapi semua teman-temannya cukup memanggil dengan Erna. Perkenalanku dengan Erna, tetangga yang lokasi rumahnya lumayan dekat yaitu 150 meter sudah berjalan agak lama. Jarak rumahnya, Jika jalan kaki , akan makan waktu sekitar 15-20 menit dari rumahku.
Namun, tetangga dan temanku ini memang sudah kukenal sejak sebelum kami sama-sama pensiun. Bekerja sama-sama di sebuah perusahaan asing yang letaknya memang satu gedung. Namun, dia pindah ke gedung lain karena gedung yang kami tempati itu kebanjiran. Perusahaan tempatku bekerja juga ikut pindah tempat ke tempat lain.
Sejak pindahnya tempat kerja berdua, kami jarang bertemu dengannya. Hanya sering melihat kabar beritanya via media saja.
Nach, ketika dia mulai pensiun, aku dan dirinya justru makin dekat secara fisik. Kami bertemu hampir tiap hari di lapangan Kepodang. Di Lapangan Kepodang ini kami berdua melakukan senam tera. Maklum,sesudah pensiun, fisik harus dijaga. Agar bugar , kami pun terus berolahraga.
Ketika kami sering bertemu, kami pun makin saling mengenal satu sama lainnya. Yang dulunya hanya kenal wajah dan . Sekarang makin lebih mengenal kepribadiannya, hobinya, suka dukanya dalam berteman dan kegiatan sehari-harinya.
Semua tetangga dekatnya tak ada yang tak kenal Erna. Dia dijuluki oleh tetangga dekat dengan nama Menteri Pertamanan. Kenapa? Karena dia sangat suka sekali dengan tanam-menanam. Dari tanaman yang kecil sampai yang besar. Semua tanaman yang ada di lapangan Kepodang, terlihat asri berkat tangan dinginnya. Tentu, dia tak mengerjakan sendiri. Dia menyuruh tukang dan orang-orang yang yang disebut dengan tukang tanaman.
Di rumahnya, tanaman hijau yang tinggi dan rendah, sangat asri . Senang melihatnya. Ditata apik dan sangat rapi. Tak puas dengan tanaman saja, di samping nya ada tanah kosong yang dimiliki oleh pengembang tapi tak bisa dijual karena minim sekali luasnya. Setelah mendapat izin dari pengembang, dia kembangkan menjadi “Apotik Hidup.” isinya segala macam tanaman herbal mulai dari sirih, lengkuas,temulawak,jenten, serai, lidah buaya, kumis kucing, mahkota dewa, daun salam, jambu biji.
Namun, aku sering mendengar keluhannya yang panjang lebar, “ Wah, repotnya aku harus marah-marah kepada tukang tanaman itu. Masak pot yang sudah rusak itu dibiarkan saja tanpa dibenahi. Ganti kek…atau bilang Bu, ini harus diganti”. Omelannya tak berhenti bila aku tak mengatakan kepadanya: “Kamu memang suka dengan tanaman, tapi tukang tanaman itu bukan orang yang hobi, dia hanya cari gaji bukan passion. Jika tak disuruh yach tak dikerjakan. Nach kalo kamu mau cape yach dikerjakan sendiri”. Dia kesal mendengar penjelasanku, tapi dia akhirnya memahami apa yang aku katakan. Realita orang lain tak memiliki hobi dan kesukaan yang sama dengan diri kita.
Nach, ternyata Erna, panggilan temanku itu, bukan hanya dikenal di tetangga sebagai Menteri Pertamanan, tapi juga sebagai Menteri Kebersihan. Jika dia melihat banyak tetangganya yang memiliki anjing. Setia pagi, pemilik rumah atau pembantunya membawa anjing ke luar rumah. Tujuannya agar anjing itu dapat berak di luar rumah, sehingga rumah tetap bersih, tapi di luar rumah dia boleh meninggalkan beraknya di mana-mana.
Ini tentu tidak dapat ditoleransi. Jalan yang penuh dengan berak anjing, membuat pejalan kaki harus super hati-hati ketika berjalan. Belum lagi bau yang tak sedap ketika kita berjalan, sungguh tak mengenakan.
Nach, Erna yang terkenal dengan kegalakannya karena menegakan kebersihan, sering memanggil pembawa anjing itu. Setelah dipanggil, diberikan petuah, atau bahkan diminta untuk bawa plastik atau apa pun yang bisa menyimpan kotoran anjing itu. Tentu pembantu atau pemilik merasa kesal dengan nasehat yang dianggapnya tidak benar menurut mereka walaupun sebenarnya realitasnya memang benar. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh Erna dan tetangga-tetangga yang tak memiliki anjing dengan memasang sebuah papan kecil dengan ucapan “ Dilarang berak di sini bagi anjing atau siapa pun”. Hanya sayangnya peringatan atau teguran itu tak juga diindahkan. Memang di belum ada baku untuk pemberlakuan apa yang harus dan tidak diperbolehkan untuk membuang kotoran anjing di luar rumah.
Rupanya kegalakan Erna itu sudah dikenal oleh tetangga yang kontra dengannya. Satu kali, di RT/RW Erna ikut serta dalam Lomba Lingkungan Hidup yang diadakan oleh pengembang . Perjuangan Erna sangat keras. Dia ikut membersihkan semua taman-taman (yang berada di luar pekarangan), bahkan dua taman besar di sekitar RT/RW nya ditanganinya.
Melihat ada satu pohon beringin yang tumbuhnya sudah sangat tidak beraturan, besar dan tak menghasilkan daun-daun karena hampir mati, dia minta kepada tukang tanaman untuk menebangnya. Penebangan ini membutuhkan usaha yang sangat besar karena kuatnya akar dari beringin. Di depan dari pohon beringin itu ada tetangga yang merupakan sepasang suami istri yang sudah sepuh. Melihat adanya pemotongan beringin itu , sang ibu Sepuh, langsung memanggil Erna. Dengan sangat murka dan marah, ibu sepuh itu mengatakan: “Selama hampir 15 tahun, saya hidup bersama dengan pohon beringin itu , tak ada yang berani yang menebang. Sekarang kamu berani-beraninya menebang. Kenapa kamu tidak minta izin kepada saya. Kamu harus minta maaf kepada saya”.
Erna sadar, dia sebenarnya ingin melawan, marahnya juga hampir meledak. Beringin itu bukan milik siapa-siapa itu, milik lingkungan. Jika mengganggu dan tak berguna , tentu bisa saja dibuang, tanpa harus minta izin.
Dengan kekesalan dan menahan kemarahannya, Erna pun pulang. Tapi di rumah, pun dia tak tinggal diam, dia menceritakan apa yang terjadi kepada suami dan anaknya. Bukannya mendapat dukungan dari keluarga, malahan mereka justru ikut mempersalahkan tindakannya. Mereka mengatakan seharusnya harus minta izin untuk kesopanan saja. “Aduh!” Erna langsung kesal dan stres.
Hampir saja persoalan itu membuat dirinya berhenti untuk ikut Lomba Lingkungan . Jika tak ada pengurus RT/RW yang mendukungnya, dia sudah tak ingin melanjutkan untuk usaha untuk menambah Keasrian, kebersihan Taman Kepodang dan T aman Walet.
Ternyata usaha-usaha Erna itu membuahkan hasil yang sangat besar. Setelah sekian kali diomelin maupun mengeluarkan biaya cukup besar dari kas RT, akhirnya Erna dan timnya mendapatkan kemenangan sebagai juara ke II untuk Lomba Taman dan Lingkungan.
Suatu saat ketika kami semua dari peserta senam Tera, sedang senam pagi, tiba-tiba ada seorang ibu yang menjerit. Kami kaget. Apa yang terjadi? Ternyata ibu itu kejatuah ulat hijau yang sangat menjijikkan dan menggatalkan. Kami semua panik. Ada yang berteriak dengan keras : “Cepat dibunuh saja!” Tetapi ada suara lantang yang bergema: “ JANGAN!” Ulat itu nanti akan jadi kepompong, dan akhirnya jadi kupu-kupu. Jika kamu 1 ulat artinya akan hilang satu kupu”.
Tak lama lagi ada dua ibu yang juga kejatuhan ulat. Wah, kami makin teriak-teriak. Satu persatu ulat itu diambil oleh Erna dengan daun. Lalu diletakkannya ulat itu ke dalam pinggir got. Jadi ulat itu pasti tak mati , terselamatkan.
Kami semua diam saja. Saya yang merasa jijik dengan ulat, penginnya segera membunuh. Tapi karena masih ada Erna, saya tak berani membunuhnya. Wah, sepanjang perjalanan pulang, kami seru membicarakan kenapa Erna itu sok benar dengan tidak boleh membunuh ulat.
Setelah bincang-bincang, kami akhirnya mengetahui alasan Erna tak boleh bunuh ulat. Hobi dan kesukaan Erna dengan kupu-kupu itu sangat besar sekali. Begitu maniaknya Erna dengan namanya kupu-kupu membuat dirinya, memakai serba kupu-kupu mulai dari pakaian, asesori makanan maupun pernak-pernik rumah tangga. Saya memperhatikan sendiri bahwa benar dia suka kaos dengan gambar kupu-kupu, kipas kecil yang bergambar kupu-kupu, sendok dan garpu yang bernuansa kupu-kupu. Di kamarnya ada foto-foto kupu-kupu. Semuanya serba kupu-kupu. Kami sekarang menyebutnya “Maniak Kupu”.
Wah, ini tambah lagi perbendaharaan saya tentang tetanggaku Erna. Dia yang suka dengan serba kupu itu memang sedang bersosialisasi dengan banyak teman. Dia juga aktif soal urusan RT, arisan, teman-teman ex kerjanya dan segudang teman lainnya. Jika seminggu tak ketemu dengannya, saya langsung menebak bahwa dia pasti sedang jalan-jalan dengan temannya. “Betul, katanya!””
Inilah sekelumit dari kehidupan tetanggaku, temanku, Erna, yang sangat hobi dengan tanaman dan kupu-kupu dan bersosialisasi.

BACA:  Ibu Wahono, Mendayagunakan Sampah Plastik

 

Penulis:

Ina Tanaya

 

–Artikel ini diikutsertakan dalam yang diadakan oleh The River Post – Berbagi Hanya yang Baik

 

Artikel dalam Topik Ini :

Leave a Reply

Silakan dibaca juga