Doa Teknis di Tahun Baru

River, semoga Allah selalu melindungimu, Nak.

Insya Allah, jika semuanya lancar, dua bulan lagi kamu akan lahir ke dunia. Menyelesaikan satu fase dalam hidupmu, fase alam rahim. Kamu akan bergabung dengan kami di dunia yang keras ini. Kuatkan dirimu, Nak.

Ini malam tahun baru dalam hitungan Masehi. 2010. Kami tidak kemana-mana. Di rumah saja, menikmati letusan kembang api yang bersahut-sahutan di atas atap rumah. Mendirikan shalat beberapa rakaat lalu menyambungnya dengan doa-doa. Doa lama yang selalu berulang, berharap Allah melindungi orang-orang tercinta kami di sepanjang tahun ini. Dan kali ini, Nak, dengan bahagia dan penuh harap, kami mengikutkan namamu dalam daftar nama orang-orang tercinta kami.

Tahun lalu patut disyukuri. Banyak keajaiban terjadi. Terutama yang bulan Maret, saat dimana aku akhirnya berani memutuskan untuk tidak lagi soliter dan membiarkan seseorang masuk menata hidupku yang semrawut. Itu momen indah, Nak, tentu saja selain keajaiban lain bahwa kamu akan hadir melengkapi hidup kami. Subhanallah walhamdulillah.

Keajaiban lain lagi: bukuku akhirnya selesai dan aku bisa membuatnya masuk daftar tunggu di penerbit (meski belum jelas juga kapan terbitnya, namanya juga daftar tunggu..:-))
Keajaiban lain lagi: aku berhasil menurunkan 7 kilogram berat badan, meski sekarang sudah naik lagi mendekati angka awal. But its ok, Kid. Aku janji akan mencapai berat badan ideal saat kamu lahir nanti –atau setidaknya sampai kamu bisa aku ajak jalan. Aku punya rencana mau mengajakmu naik gunung bareng, dan itu tak bagus bila bawa lemak berlebih.

Tapi tahun kemarin juga banyak sedihnya, Nak. Banyak kasus yang bikin miris. Cicak versus buaya lah, Prita lah, Century lah, dan banyak lagi. Gus Dur juga baru saja wafat. Indonesia kehilangan satu lagi guru bangsa. Beliau ulama yang kontroversial. Dia ulama yang kharismatik tapi kadang-kadang juga bikin kesal. Aku pernah dimarahi Gus Dur karena dia tidak suka pertanyaanku waktu mewawancarainya. Tapi dia juga pernah bikin aku tertawa terpingkal-pingkal karena celutukan dan humornya yang luar biasa lucu. Sebagai pengikut NU, mari kita mendoakan beliau semoga dilapangkan jalannya ke surga.

BACA:  Ayah yang Tak Pernah Keren

Oya, Nak, perlu kamu ketahui, keluarga dari garis ayahmu ini adalah pengikut NU. Kalau dari garis ibumu belum sempat aku konfirmasi. Kami belum ngobrol banyak soal ini. Ibumu masih tidur. Besoklah kalau dia sudah bangun baru aku tanya. Tapi dugaanku sih keluarga ibumu berafiliasi ke Muhammadiyah atau ahlus sunnah.
Tapi jangan khawatir, kami tak akan memaksamu untuk taqlid pada aliran apapun. Di rumah, kadang-kadang aku juga keluar dari pakem NU. Orangtuaku, misalnya, bisa menerima bila aku shalat subuh tanpa membaca doa qunut. Tak ada paksaan. Kami beragama dengan rileks dan santun.

Jadi begitu, Nak. Tahun ini ada banyak janji prospektif. Jadi tak ada salahnya kita menaruh harap. Berharap kepada Allah tentu saja, bukan kepada tahun. Kemarin di rapat terakhir di tahun 2009, bos bilang pencapaian marketing perusahaan sudah melebihi target, dan ada cukup banyak kelebihan yang bisa dibagi-bagi ke karyawan sebagai bonus. Amin. Mari berharap. Toh kalau sudah rezeki tak akan kemana juga ya, Nak..

Pernah suatu kali, aku ketemu dengan seorang tukang roti di pelabuhan. Sambil ngobrol aku membeli rotinya. Tanpa sengaja, duit yang baru saja aku bayarkan lepas dari tangannya dan meluncur turun ke gorong-gorong tembus jatuh ke laut. Aku berniat menggantinya tapi dia menolak dengan keras.
“Itu artinya belum rezeki saya, Mas,” katanya santai.
Aku melongo.
“Kalau sudah sampai di sini, baru rezeki saya,” katanya lagi sambil menunjuk lehernya.
Subhanallah. Betapa hanifnya dia, seorang tukang roti yang mungkin tak pernah ikut training ESQ atau Quantum Ikhlas.

BACA:  Teman Temanku Adalah Temanku

Kemarin, Nak, aku dapat satu pelajaran lagi. Saat mereview naskah untuk program acara, produserku, Bang Abaw yang baik hati dan bijak itu memintaku memasukkan satu ayat tambahan. Yaa laytani kuntu turaabaa’.
Aku sudah sering membacanya, tapi kali ini entah kenapa, demi Allah, ayat itu membuatku merinding. Ini lengkapnya:
Innaa andzarnaakum ‘adzaabaan qariibaa yawma yanzhurul-mar-u maa qaddamat yadaahu wa yaquulul-kaafiru yaalaytanii kuntu turaabaa.

Dalam tafsir Al Misbah, ayat terakhir dalam surah An nabaa ini diterjemahkan:
Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah”.

Ya ampun, Nak, ayat ini tentang pertanggungjawaban yang akan ditimpakan kepada kita kelak. Semua harta dan perbuatan akan dihisab sedemikian cermat, hingga orang-orang yang lalai di dunia, saking putus asanya sampai berandai-andai jika dia bukan manusia. “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah”.

Begitulah, Nak. Semoga tahun ini lebih barokah. Aku titip minta didoakan ya. Kamu yang belum punya dosa mungkin lebih di-ijabah doanya oleh Allah dibanding doa kami ini yang penuh karat. Semoga dimudahkan semua urusan kami ya, Nak. Dikaruniakan kesehatan kepada kami semua. Dilancarkan rezeki kami.

BACA:  Ambisi Orangtua yang Bisa Membunuh Bahasa

Ya Allah, kami tahu diri. Setahun kemarin sudah penuh dengan karunia-Mu. Kali ini kami tak minta banyak. Aku hanya minta kesehatan dan rezeki yang yang halal yang bisa kami pertanggungjawabkan, yang tak akan membuat kami kelak berharap lebih baik jadi tanah saja.

Ya Allah, perkenanlah kami untuk memanjatkan doa yang sedikit teknis kepadamu.

Berilah kesempatan kepada tanganku ini ya Allah, tanganku yang sudah mulai sering kesemutan ini. Aku ingin membuatkan River sebuah rumah pohon, di halaman depan rumah kami, lengkap dengan taman bacaan untuk anak-anak tetangga. Teman-temannya River kelak.

Fauzan Mukrim

Leave a Reply

Silakan dibaca juga