Ditanyain Gak Nanti di Akhirat?

Tempo hari, menemani istriku yang baru menjalani operasi, ibu mertua datang dari Bandung. Ada juga 2 orang adik ipar yang memang tinggal di Jakarta. Yang satu namanya Fuad, alumni ITB dan sudah kerja di sebuah perusahaan telekomunikasi. Satu lagi yang lebih muda namanya Zaki, hafidz (penghapal Quran) dan sedang belajar lagi di sebuah lembaga pendidikan Bahasa Arab di daerah Warung Buncit. Dua-duanya masih bujang, mapan, dan (sepertinya) siap nikah. 🙂

Untuk mengisi waktu sambil jaga istri, saya sengaja bawa laptop dan harddisk koleksi film. Ada banyak: PK, Birdman, Whiplash, The Theory of Everything, dll. Buat River saya bawakan Big Hero 6. Dua adik ipar ini juga ikut nonton film Big Hero 6 dan The Theory of Everything. Ngobrol-ngobrol tentang film, Fuad bilang kalau belum sempat nonton semua film-film yang bagus. Tiba-tiba ibu mertua menyahut.
“Tak apa-apa, nanti juga tidak ditanyain di akhirat.”
Saya cuma tertawa mendengarnya. Saya pikir, kalaupun ditanya, belum tentu juga kita bisa jawab. Tiap tahun ada film bagus yang dirilis, soalnya. Terlalu banyak yang harus dihapal.

Meski terbilang moderat, keluarga istriku memang lumayan religius, sesuatu yang sering bikin saya minder. Ibu mertua sampai sekarang masih sering ngisi pengajian dan mengajar di TPA. Barangkali salah satu alasan dulu saya diterima jadi menantu, supaya ada tambahan ladang dakwah. Hehehe…

BACA:  Arit Widowati, Laktivis Pendakwah ASI

Ngomong-ngomong akhirat, saya jadi ingat kalimat Mas Saptuari, penggagas Sedekah Rombongan, yang sering mengajak orang untuk bersedekah dengan tagline, “Ayo sedekah! Pada mau ke akhirat semua kan?” Maksudnya tentu kita tak perlu susah payah beramal kalau kita tidak yakin bakal ke akhirat atau tidak. Sederhana banget, tapi jleb.

Beberapa tahun lalu, saya baca di majalah Tempo (kalau tidak salah), ada esai foto tentang kelahiran. Ada gambar bayi digendong. Saya lupa siapa fotografernya, tapi saya ingat sepenggal caption-nya mengutip Goenawan Mohammad. Bunyinya kira-kira seperti ini: “Mahluk kecil, dari mana? dan mau ke mana?” Itu saya merinding membacanya. Kita ini dari mana dan mau ke mana? Pengetahuan kita minim banget tentang itu. Sains bisa sedikit membantu, tapi tidak banyak juga. Hanya sebatas tahu bahwa kita pernah tumbuh dalam perut ibu yang kita sebut alam rahim.

Kalau mengamini beberapa alim ulama yang diberi keberkahan bisa mengetahui rahasia langit, manusia setidaknya akan melalui beberapa alam. Tarolah kita ada di alam dunia sekarang. Dua alam sudah kita lalui, yaitu alam ruh dan alam rahim. Dan 4 atau 6 alam lagi akan kita lalui setelah urusan di dunia ini selesai. Wallahu a’lam.

BACA:  Mommy in Plastic Boots

Kalau mau “simpel”, sebenarnya tinggal berpikir, oke setelah ini selesai semua. tak ada lagi alam-alaman. What happens in Vegas, stays in Vegas! Tapi tentu simpel tidak selalu berarti tenang. Rasanya -menurutku- karena kita percaya akan ada alam lagi setelah ini maka kita masih terus berusaha untuk berbuat baik, tidak sembarangan memaki orang, tidak buang anak sembarangan, tidak caplok hak orang seenaknya, dan lain-lain.

Keyakinan ini juga yang membantu kita tetap waras melakoni eksistensi di alam dunia. Melihat geng motor menggila, ISIS memenggal orang, haji korupsi, bos ngehe, beda mazhab saling mengkafirkan, atau sekadar status FB kita di-copas tanpa izin, kita bisa tetap (berusaha) tabah berdasar keyakinan bahwa semua nanti pasti akan berbalas. Di hari kemudian. Dengan matematika yang sangat sederhana atau rumit.

Btw, saya tak mengerti kenapa film “Birdman” bisa jadi film terbaik di Oscar tahun ini. Dengan single shot-hand held camera seperti itu, pusing nontonnya. Tapi biarlah itu jadi misteri para juri. Toh, kalau kata ibu mertuaku, tak bakal ditanyain juga di akhirat. 🙂

Leave a Reply

Silakan dibaca juga