Dia yang Selalu Memberi

Saat masih bayi sekali, Salma, anakku yang kelima, hobi sekali mengajak begadang. Standar pelayanannya juga harus paripurna. Digendong sambil diayun-ayun dan harus jalan. Jika ketiga fitur layanan itu di-offkan salah satu, dia akan menangis kejer.

Suatu malam, pundak sudah menagih untuk beristirahat, kaki terasa pegal dan mata sudah dikudeta panda, Salma si five months angel, itu tak jua mau dibaringkan. Beranjak tengah malam, penghuni rumah lain sudah lama terlelap, hanya kami berdua yang nge-ronda. Hilir mudik di ruang tengah, satu-satunya ruang yang user friendly di rumah yang bersebelahan dengan rumpun bambu ini. Ruang lain, sepi. Ruang tidur, sempit. Hufft..

Demi mengurangi kenestapaan ini, aku menulis begini …

Mari napaktilasi hari itu. Saat si kecil lahir ke dunia, beserta segenap drama yang menyertainya. Hadirnya membawa bahagia tanpa umpama. Tanpa umpama.

Tak ada makhluk serupa itu selain dia. Makhluk yang saat belum punya apa-apa, sudah bisa memberi segalanya. Kata-kata, mungkin dari semua bahasa, tak ada yang sanggup menjabarkan rasa yang membuncah-buncah itu. Bahasa pun menjadi miskin tiba-tiba.

Bahagia, senang, khawatir, cemas, lega, haru, bangga, entah apa, campur baur menjadi satu. Perfectly blended. Bisa kau namai apa aneka rasa dan gejolak jiwa yang teraduk-aduk sempurna?

BACA:  Tentang Purna Tugas

Setelah memberi bahagia yang tanpa umpama itu, dia memberi lagi kelegaan yang sangat. Saat dia menangis kehausan, pup dan pipis, dia memberi kabar, metabolismenya normal. Kita lega, lagi-lagi tanpa umpama. Ribuan orangtua di luar sana, bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan kelegaan serupa. Mahalnya bisa tak terkira, kesedihan yang timbul karenanya bisa tak ter-eja, derita si kecil karenanya bisa tak terperi. Aduhai…

Saat si kecil mudah terbangun, terkaget-kaget lalu menangis keras, dia memberi kabar, pendengarannya normal. Kita lega. Selalu tanpa umpama. Saat dia terus-terusan minta perhatian, tak betah kalau tak nempel pada emaknya, membuat kita tak bisa kemana-mana, sesungguhnya dia sedang memberi tanda, dia bukan tipe asosial. Hilang satu kekhawatiran. Kau pasti tahu, apa artinya karunia itu.

Membangun persepsi bahwa bayilah yang memberi, membantu kita lebih pandai berterimakasih. Pandai berterimakasih itu membahagiakan hati. Mensyukuri setiap sinyal kehidupan yang dia pancarkan, semenyibukkan apapun itu, membuat kita lebih siap berjibaku, meminimalkan keluh. Setiap sinyal itu sungguh berharga. Jutaan orangtua di luar sana, bersedia melakukan apa saja, jika ada sinyal abnormalitas, hatta yang hanya disebabkan oleh serambut saja sel syaraf yang tak berfungsi. Shubhanalloh…

BACA:  Anak, Bahasa Asing, dan Kecemasan-kecemasan Itu...

Pada mereka, para orangtua dengan samudera sabar tanpa tepi, sepenuh hati saya angkat topi. Kesabaran mereka adalah inspirasi cinta nir logika. Untuk mereka, salutku sepenuh jiwa.

Seiring selesainya tulisan, Salma pun bisa dibaringkan. Hape ku-off-kan, di luar malam merambat, dingin dan gelap.

Good night Moms. Be happy with your baby.

Siti Maryamah
Latest posts by Siti Maryamah (see all)

Leave a Reply

Silakan dibaca juga